![]() |
Karya Putu Wirantawan |
Bali Megarupa 2023 kembali bergulir sebagai ruang temu bagi lintas generasi seniman dan lintas batas geografi. Pameran yang berlangsung pada 16-30 Juli 2023 ini, menjadi bagian dari Festival Seni Bali Jani V, mengusung tema Wara-Wastu-Waruna (Bahtera Karsa Samudra Rupa), mengajak pengunjung untuk merenungkan lautan bukan sekadar bentang alam, tetapi sebagai sumber inspirasi dan refleksi budaya yang mendalam.
Digelar di Museum ARMA Ubud, Gedung Kriya Taman Budaya Bali, dan Nata-Citta Art Space ISI Denpasar, sebanyak 99 karya dua dan tiga dimensi—termasuk video art—menawarkan keragaman perspektif dalam menafsirkan tema bahari. Para perupa Bali, nasional, dan internasional menafsirkan laut sebagai ruang terbuka dialog: bukan hanya tentang keindahan, tetapi juga tentang kepedulian dan kesadaran lingkungan.
![]() |
Karya Gina Sohn |
Dari Korea Selatan, Gina Sohn menghadirkan video art Smoke Blue, Stone yang membuka dialog lintas medium, sementara Lee Hee Don memvisualkan samudra sebagai lanskap biru kontemplatif dalam Destiny. Keiji Ujiie menautkan burung dan lautan dalam Ocean Bird, sementara Yu Jin Goo meramu gelombang perak dalam Mother of Pearl yang mengundang renungan tentang kedalaman lautan. Seniman Jepang, Comeon Komatsu, menampilkan Wood Block Print di Museum ARMA, menautkan tradisi Jepang dengan dinamika laut Bali.
![]() |
Karya Daniel Rogers |
Sementara itu, Daniel Rogers, perupa asal Amerika Serikat yang telah puluhan tahun bermukim di Bali, menampilkan Day Dreaming Pagi Malam—sebuah kanvas yang meresapi kesunyian dan keheningan di antara pagi dan malam. Generasi muda Bali juga menorehkan suara: Ida Bagus Mas Oka Wiranatha, perupa termuda kelahiran 2004, menunjukkan kepiawaiannya memadukan seni lukis dan patung—memancarkan harapan tentang regenerasi dalam seni Bali.
I Putu Wirantawan menghadirkan abstraksi semesta raya dalam karyan Tebaran Energi Semesta 4.29.6.023, menautkan jagat kecil dan jagat besar dalam susunan garis yang hening dan berlapis. Wayan Karja, dengan lukisan semesta bintang-bintang yang berpendar, menandai pencapaian visual yang jernih dan puitis. Sementara Suarimbawa Dalbo (I Made Suarimbawa) menghadirkan Pertiwi, sebuah karya patung aluminium dan majalah kertas yang menyoroti lapisan identitas dan alam.
Ketut Muka Pendet, lewat keramik Sea Plants, menampilkan flora lautan sebagai metafora kehidupan yang lentur dan tenang. Made Griyawan dan Sujana Kenyem menghadirkan karya yang merespon samudra sebagai ruang yang terbuka—memanggil dan menyimpan misteri. I Wayan Setem pun memaknai lautan dengan pendekatan ekspresif, mengeksplorasi bentuk dan warna secara berani.
![]() |
Karya Nyoman Sani |
Nyoman Sani, yang selama ini dikenal dengan representasi puitik sosok perempuan, tampil berbeda dalam karya bertajuk Memory #1. Karya ini seolah menandai pergeseran artistik Sani menuju ekspresi yang lebih sublim; sebuah kanvas tanpa sosok, hanya hamparan warna kuning yang tenang dengan aksentuasi gelombang biru di permukaannya.
Wayan Suardana, lewat karya patung Bhuwana Sakti, menciptakan bentuk monumental yang memadukan batang hanao sebagai medium, menghadirkan narasi tentang keterhubungan manusia dan alam dalam harmoni. Karya ini tidak hanya menampilkan kekuatan simbolik bentuk, tetapi juga menyiratkan refleksi spiritual atas relasi antara manusia dan alam. Karyanya merepresentasikan sintesis antara disiplin kriya dan kepekaan kontemporer dalam merespon tema ekologi dan eksistensi.
![]() |
Karya Wayan Suardana |
Dalam penyelenggaraan tahun kelimanya, Bali Megarupa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Festival Seni Bali Jani (FSBJ) yang lebih luas. Event ini menjadi ruang yang berkelanjutan untuk menyemai dan menampilkan karya-karya modern dan kontemporer, menjembatani tradisi seni rupa Bali dengan wacana global yang terus berkembang. Lima tahun penyelenggaraan ini bukan hanya mencerminkan kesinambungan, tetapi juga menjadi cermin konsistensi para perupa Bali dan ekosistem seni yang mendukungnya.
Potensi Bali Megarupa sebagai ajang internasional tampak semakin nyata dalam penyertaan seniman dari berbagai belahan dunia, yang memperkuat posisi Bali sebagai simpul pertemuan kreativitas global. Keikutsertaan perupa lintas negara menjadi sinyal bahwa Bali Megarupa tidak lagi sekadar milik komunitas lokal, tetapi juga menjadi ruang dialog dan kolaborasi yang melintasi batas-batas budaya dan identitas. Hal ini membuka peluang bagi Bali Megarupa untuk tumbuh sejajar dengan pameran-pameran biennale lain di dunia, yang tak hanya merayakan seni, tetapi juga merumuskan masa depan praktik seni lintas bangsa.
Lebih dari sekadar acara pemerintah, Bali Megarupa berfungsi sebagai ruang apresiasi bersama yang tumbuh dari semangat para perupa Bali sendiri. Event ini menjadi rumah bagi ekspresi artistik dan eksperimen visual yang lahir dari kepekaan dan intuisi kreatif masing-masing seniman. Hal ini menjadi penting untuk menjaga agar Bali Megarupa tidak hanya menjadi etalase kebijakan pemerintah, tetapi juga menjadi panggung merdeka bagi suara dan pencapaian para perupa yang terus bergerak dinamis di tengah zaman.
![]() |
Karya Suarimbawa Dalbo |
Bali Megarupa 2023 bukan hanya merayakan karya, tetapi juga merawat pertukaran ide. Keterlibatan 17 seniman mancanegara menjadi bukti bahwa karya-karya yang ditampilkan menumbuhkan percakapan artistik yang melampaui batas geografis. Bagi Bali, yang sejak lama merawat ingatan kolektifnya sebagai pulau lautan, pameran ini adalah ruang yang strategis dan relevan. Tidak hanya menampilkan karya, tetapi juga merawat keberlanjutan wacana kebudayaan. Bali Megarupa 2023 menunjukkan bagaimana kreativitas bisa menjadi bahasa bersama: untuk merawat warisan, merespons tantangan, dan membuka ruang masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dibalik presentasi artistik yang beragam ini, tercermin pula gagasan kuratorial yang visioner dari Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana, Jang Shin Jeung, MA, dan Anak Agung Gde Rai. Mereka menegaskan peran kurator bukan hanya sebagai perumus pameran, tetapi juga sebagai penjaga dialog lintas batas dan penghubung jejaring seni. Harapannya, Bali Megarupa akan terus menjadi rumah bersama bagi kreativitas lintas generasi dan budaya, menegaskan Bali sebagai pusat peradaban dunia yang selalu berpijak pada nilai-nilai keseimbangan dan keterbukaan. (RSL/ID)