oleh: Hartanto*)
Pertanian, adalah anasir penting dalam tata kehidupan masyarakat agraris seperti Indonesia, dan negara-negara lainnya. Tentu yang berkait dengan persoalan pangan. Perupa Wayan Setem menyebutnya sebagai batang dari kebudayaan Bali, dan akarnya adalah tradisi yang unik dengan segala vaiannya.
Ibarat sebuah pohon, ungkap Setem, ia akan hidup subur dan menghasilkan buah yang melimpah jika dirawat dengan benar dan ditanam di lahan yang potensial. Sebaliknya, jika ia ditanam di tanah gersang dan dirawat sentengah hati – maka besar kemungkinan tanaman itu akan mati. Jadi pertanian adalah sesuatu yang hidup dan bermanfaat bagi kehidupan.
Tantangan utama sector pertanian tidak hanya persoalan hama, tata kelola pengadaan sprodi yang kacau termasuk pemalsuan pupuk, hama, penyempitan akibat perkembangan penduduk, alih fungsi lahan, dan lain sebagainya – namun ada hal lain. Hal tersebut adalah format pemikiran ‘developmentalis”.
Apalagi, jika format pemikiran ini diimplementasikan dengan tidak bijak. Pembangunan perumahan, vila, hotel, pemenuhan kebutuhan akan pengembangan kegiatan non pertanian juga ambil bagian dalam hal ini. Akibat yang sangat memprihatinkan, selain mempersempit lahan pertanian – adalah ‘mati’ nya suatu system pengairan tradisional di Bali, ‘Subak’. Sebab, alirannya terhalang ‘tembok-tembok kapitalis’.
Wayan Setem mengkritisi keadaan itu lewat karyanya yang bertajuk "Rice Root Struggles for Life" (2001). Lukisan berbahan Pen & Acrylic on Canvas, 160 x 140 cm ini pernah dipamerkan di International Virtual Art Exhibition 2021, School of the Art, Universiti Sains Malaysia.
Karya ini selain kaya akan ‘metafora’, juga merupakan perpaduan teknik pena dan akrilik pada kanvas yang memungkinkan setiap elemen di dalamnya menyuarakan narasi kehidupan yang rumit. Di sisi visual, kita disuguhkan dengan figur burung yang mengibaskan sayapnya, melambangkan kebebasan dan harapan untuk terbang melawan keterbatasan.
Di samping itu, terdapat representasi otak yang mengenakan headphone dan topi - sebuah simbolisasi modernitas yang meresap ke dalam arena kehidupan alami. Bisa juga, itu symbol dari produsen pemikiran ‘developmentalis’, menandai kontras antara pertumbuhan dunia ekonomi dan kehancuran alam atau ‘penyusutan lahan.
Sentuhan ornamen floral dan tanaman hijau menambahkan kekayaan visual yang penuh simbolisme, memperkuat kesan bahwa alam memiliki lapisan-lapisan cerita tersendiri. Latar belakang yang bertekstur menyerupai batu kerikil menghadirkan dimensi taktil yang seolah mengingatkan bahwa pergulatan hidup tidak pernah mudah dan sering terjadi di medan yang keras.
Analisis saya, karya ini mengajak kita untuk menyelami makna yang lebih dalam di balik setiap elemen visualnya. Judulnya, "Rice Root Struggles for Life", merupakan metafora yang menarik: seperti akar padi yang berjuang meresap dan tumbuh di tanah yang penuh rintangan. Begitu pula manusia atau alam, yang harus beradaptasi dalam menghadapi dinamika perubahan zaman.
Di sisi lain, keberadaan burung dengan sayap lebar menyiratkan keinginan untuk merdeka, menggambarkan peluang untuk melepaskan diri dari belenggu keterbatasan dan menemukan kebebasan dalam perjalanan hidup. Setem memang ‘fasih’ dalam mempergunakan ‘Simbol’ dan ‘Metafora’.
Yang tak kalah menariknya adalah teknik yang digunakan dalam karya ini—perpaduan antara garis halus dari pena dan ekspresi berwarna serta tekstural dari akrilik—menciptakan dinamika visual yang genial. Ini mengundang penikmat untuk mengeksplorasi lapisan-lapisan makna secara simultan.
Sentuhan floral dan tekstur latar yang padat memberi nuansa kekayaan budaya dan alam Indonesia, khususnya menggugah ingatan akan tradisi pertanian padi yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Bali.
Dengan demikian, karya ini tidak hanya mengajak kita untuk merenungi hubungan simbiotik antara manusia, budaya, dan alam, tetapi juga bisa di fokuskan untuk mempertanyakan dampak modernisasi yang terus merambah ke dalam setiap aspek kehidupan tradisional.
Jika kita hendak melihat keseluruhan komposisinya, maka kita temukan maksud dari karya ini yang merupakan undangan untuk merenungkan keseimbangan antara kekuatan tradisi dan tantangan zaman modern.
Ia mengajak kita untuk menemukan harmoni di tengah perbedaan - antara yang alamiah dan buatan, antara yang alami dan teknologi - seraya mengingatkan bahwa setiap fenomena, sekecil apapun seperti akar padi, memiliki kekuatan untuk bertahan dan beradaptasi meski dalam kondisi terberat.
Globalisasi, modernisasi, kemajuan teknologi memang tak bisa dihindari – namun diperlukan sikap bijak untuk mengantisipasi perubahan tersebut. Menurut saya, karya ini membuka ruang diskusi yang luas tentang cara kita mendefinisikan kemajuan, menghubungkan warisan budaya dengan inovasi masa kini, serta bagaimana kita bisa mengimplementasikannya dengan rasional dan bijaksana.
Mengkaji soal simbol dan metafora, banyak seniman terkenal yang mempergunakan dalam karya seni mereka untuk menyampaikan makna yang lebih dalam. Seperti misalnya René Magritte. Seniman surealis asal Belgia ini sering menggunakan metafora visual untuk menantang persepsi realitas, seperti dalam karyanya The Treachery of Images.
Atau Salvador Dalí – Pelukis surealis yang terkenal dengan penggunaan metafora waktu dan mimpi, seperti dalam The Persistence of Memory, di mana jam yang meleleh melambangkan fluiditas waktu. Contoh lain adalah Banksy – Seniman jalanan yang sering menggunakan metafora dalam seni graffiti nya untuk menyampaikan kritik sosial dan politik, seperti Girl with a Balloon, yang melambangkan harapan dan kehilangan.
Masih ada lagi Frida Kahlo – Pelukis asal Meksiko yang menggunakan metafora dalam karya-karyanya untuk menggambarkan pengalaman pribadi dan emosional, seperti dalam The Two Fridas, yang mencerminkan identitas ganda dan perjuangan batin.
Setiap karya seni menyimpan narasi yang jauh melampaui permukaan tampakannya. Seperti karya-karya maestro di atas, demikian juga dengan karya Wayan Setem ini. "Rice Root Struggles for Life" ini adalah dialog abadi antara jiwa seniman dan dunianya yang selalu berubah.
Di mana setiap goresan, warna, dan bentuk menjadi kata-kata dalam bahasa visual yang tak ternilai. Melalui penggabungan elemen-elemen konkret - seperti bentuk, garis, dan tekstur serta dengan metafora yang mengandung makna mendalam - pada karya seni ini, ada yang menarik tentunya.
Ia mengundang kita untuk menelaah realitas dan mengungkap lapisan-lapisan perasaan yang tersembunyi dalam diri kita. Seperti akar padi yang menggenggam bumi, karya tersebut mengingatkan kita bahwa kekuatan bertahan dan keindahan bisa muncul dari tantangan dan keterbatasan, mengukir harmoni sekaligus menggugah perasaan yang kompleks.
Di era kekinian yang terus melaju, tradisi dan inovasi kerap kali berpadu dalam seni kontemporer, menghasilkan karya-karya yang menantang konvensi dan menghadirkan perspektif baru dalam pembacaan sejarah dan identitas.
Ketika elemen-elemen tradisional berpadu dengan simbol-simbol modern - seperti headphone yang menyatu dengan wujud otak atau balon merah yang membawa pesan harapan - maka terciptalah sebuah narasi yang melintasi batas waktu dan ruang. Setem seperti mengingatkan kita lewat karya semacam ini.
Maksudnya,karyanya tidak hanya menggambarkan dinamika antara masa lalu dan masa kini, melainkan juga mengajak kita untuk memaknai perjalanan hidup sebagai rangkaian transformasi yang terus berkembang. Setiap detail, adalah pelajaran yang berharga dan pengalaman yang menuntun pada pemahaman diri yang lebih mendalam.
Kesimpulan saya, seni adalah lensa yang memperbesar dan mengungkap keindahan dari setiap kondisi kehidupan. Ia bukan semata cerminan dari apa yang terlihat, tetapi juga pesan rahasia yang terselip dalam setiap sapuan kuas, setiap bentuk, dan setiap warna yang menyatu dalam kesatuan utuh karya tersebut.
Dengan mengapresiasi kombinasi elemen dan metafora dalam setiap karya, kita tidak hanya menikmati keindahan visual, tetapi juga turut menyelami perasaan, sejarah, dan perjuangan yang telah menginspirasi penciptaannya.
Pemikiran Wayan Setem ini, setidaknya menjadi undangan bagi kita semua untuk terus belajar, melihat ke dalam diri, dan menemukan kekayaan makna di balik setiap karya seni yang kita temui.
Selanjutnya, mari kita telusuri secara mendalam karya I Wayan Setem yang bertajul "Tetes Air Kehidupan". Karya ini tampak sebagai refleksi dinamis tentang esensi kehidupan, di mana setiap tetes mengejawantahkan perpaduan antara energi, transformasi, dan spiritualitas.
Judul "Tetes Air Kehidupan" mengisyaratkan bahwa karya ini mencoba menangkap momen-momen kefluidan - seperti air yang mengalir - yang tidak hanya melambangkan pembaruan tetapi juga perjalanan yang terus berubah.
Air, dalam banyak tradisi, sering dikaitkan dengan kehidupan dan kesuburan, dan lewat figur yang menuangkan cairan biru. Setem tampaknya mengajak penonton untuk merenungi betapa pentingnya elemen yang memberi kehidupan dan ketenangan di tengah dinamika yang terus bergerak.
Lukisan ini menggunakan medium akrilik pada kanvas dengan dimensi 140 x 160 cm, yang memberikan ruang besar untuk eksplorasi tekstur dan warna. Dari latar belakangnya, dominasi warna oranye, kuning, dan hijau memberikan kesan kehangatan, energi, serta pertumbuhan alami.
Teknik sapuan kuas yang tegas dan tekstur yang kompleks menuntun mata penikmat melalui lapisan-lapisan makna yang tersembunyi di balik setiap corak. Kehadiran pola-pola rinci di bagian bawah karya menambah dimensi dan kedalaman, seakan mengundang penonton untuk menyelami seluk-beluk perjalanan transformasi yang digambarkan.
Elemen yang menarik perhatian adalah figur patung di sudut kanan atas. Sosok ini, dengan gerak menuangkan cairan biru dari suatu wadah, bisa diinterpretasikan sebagai simbol dari sumber kehidupan.
Mungkin representasi kekuatan ilahi atau perwujudan jiwa yang menyalurkan energi kesejukan, ketentraman, dan keseimbangan. Serta menandakan kontras antara ketenangan spiritual dengan semangat dan dinamika kehidupan sehari-hari.
Di bawah figur tersebut, bentuk abstrak seperti nyala api atau tetesan yang melambangkan api dan cairan, menunjukkan keterkaitan emosional dan proses transformatif - bagaimana perjuangan dan emosi membentuk esensi yang lebih dalam dari kehidupan.
Secara keseluruhan, karya ini tidak hanya menggugah secara visual tetapi juga memaksa penikmat untuk merenungkan kekayaan simbolisme yang tersaji. Dengan perpaduan warna yang berani serta tekstur yang mendalam, lukisan ini mengajak kita untuk menyadari bahwa kehidupan adalah gabungan antara kekuatan alam, emosi, dan perjalanan spiritual yang tiada henti.
Karya Setem ini seolah menyiratkan bahwa meskipun hidup penuh dengan tantangan dan transformasi, setiap momen - setiap tetes - memiliki kontribusi dalam membentuk keseluruhan cerita keberadaan kita.
Setem, terlihat sering menggunakan kombinasi warna yang berani dan kontras untuk menciptakan efek visual yang dinamis. Teknik layering dan sapuan kuas ekspresif menjadi ciri khas Setem dalam membangun kedalaman dan dimensi pada karya.
Ia mengembangkan karya seni dengan pendekatan ilmiah, di mana setiap elemen dalam lukisan memiliki dasar penelitian yang kuat. Proses ini melibatkan studi mendalam terhadap budaya, sejarah, dan filosofi yang ingin ia representasikan.
Setem juga sering menggunakan bentuk-bentuk abstrak yang memiliki makna filosofis. Ia menggabungkan unsur-unsur tradisional Bali dengan pendekatan modern untuk menciptakan karya yang memiliki nilai estetika sekaligus refleksi sosial.
Dari sudut pandang saya, karya Setem ini memiliki manfaat berlapis yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Karya ini mengangkat tema-tema yang sangat relevan - seperti perjuangan untuk mempertahankan identitas tradisional dalam era modern dan globalisasi.
Dengan menggabungkan unsur pertumbuhan alami dengan elemen teknologi (seperti headphone yang terpasang di otak) - karya ini mengisyaratkan konflik sekaligus hubungan harmonis antara tradisi dan inovasi. Pesan ini membuka ruang diskusi di masyarakat tentang bagaimana menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan pelestarian nilai budaya dan kearifan lokal.
Selain itu, dengan mengintegrasikan elemen-elemen tradisional yang kaya budaya dengan sentuhan modern, karya ini berperan sebagai sumber inspirasi. Para seniman, desainer, dan inovator bisa terinspirasi untuk mengeksplorasi kombinasi bentuk dan ide yang unik guna menghadapi permasalahan zaman sekarang.
Perpaduan ini menyiratkan bahwa akulturasi nilai lama dengan metode baru dapat menghasilkan solusi kreatif yang membawa kemajuan tanpa harus mengorbankan identitas.
Lewat simbolisme yang kompleks dan penataan visual yang cermat, karya ini mengajak penikmat untuk melihat lebih dalam daripada sekadar keindahan permukaan. Orang-orang diajak untuk merenungkan bagaimana aspek-aspek kehidupan - mulai dari alam hingga pikiran manusia - saling terjalin.
Proses mendapatkan pemahaman ini dapat mendidik masyarakat tentang pentingnya hubungan antara manusia, alam, dan teknologi, sehingga menumbuhkan kesadaran akan tantangan kontemporer serta pentingnya keberlanjutan.
Dengan demikian, karya ini tidak hanya berfungsi sebagai objek estetika, tetapi juga sebagai katalisator perubahan dan pemahaman mendalam tentang dinamika masyarakat modern.
Pesannya yang kaya akan simbolisme serta kebijaksanaan mengajarkan bahwa setiap elemen dalam kehidupan - apakah itu akar dari tradisi, semangat inovasi, atau tantangan zaman - memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam keberagaman.
Menyimak karya lukis Setem ini, saya ingat beberapa seniman internasional yang memiliki pendekatan teknik dan proses kreatif serupa dengannya, di mana riset mendalam, eksplorasi warna dan tekstur, serta pencarian simbolisme secara filosofis menjadi bagian integral dalam karya mereka.
Seniman manca negara tersebut antara lain Olafur Eliasson. Seniman Denmark-Iceland ini dikenal melalui instalasi imersifnya yang menggabungkan elemen alam seperti cahaya, air, dan suhu untuk menciptakan pengalaman sensorik yang mendalam.
Tekniknya melibatkan instalasi berbasis teknologi, di mana ia memanfaatkan refleksi, bayangan, dan warna untuk mengubah persepsi ruang. Pendekatannya yang mengedepankan penelitian - terutama mengenai persepsi manusia terhadap lingkungan.
Ini, sangat paralel dengan bagaimana Setem mengintegrasikan observasi alam dan filosofi ke dalam proses penciptaannya. Meski media yang digunakan berbeda (instalasi ruang vs. lukisan), keduanya sama-sama menggunakan pengalaman alam sebagai sumber inspirasi dan transformasi.
Selain itu, saya juga teringat pada Anselm Kiefer. Seniman asal Jerman ini menggunakan teknik layering dan material yang berat untuk membangun karya-karya yang sarat dengan simbolisme mitologis dan historis.
Kiefer menghabiskan banyak waktu dalam riset tentang sejarah dan budaya, lalu mentransformasikannya menjadi karya visual yang intens dan penuh nuansa. Ia acap menggunakan teknik layering dengan material berat seperti timbal, tanah, dan abu untuk menciptakan tekstur yang kaya dan penuh makna.
Selain itu, Kiefer sering menggabungkan elemen sejarah dan mitologi dalam karyanya, menciptakan efek dramatis yang menggugah emosi. Prosesnya, yang melibatkan eksplorasi material dan kedalaman makna, memiliki kesamaan dengan pendekatan konseptual dan terstruktur dalam penciptaan karya Setem.
Karya Anselm Kiefer maupun Setem membuka ruang interpretasi yang luas, di mana tiap penikmat dapat menemukan makna yang berbeda sesuai pengalaman dan persepsi pribadinya.
Ada satu seniman lagi yang ingin saya padankan ialah Gerhard Richter. Walaupun karya Gerhard Richter mencakup spektrum dari realisme hingga abstraksi murni, seniman ini dikenal karena eksperimennya dengan teknik pelapisan (layering) dan pencampuran warna.
Richter maupun Setem, tidak hanya mengejar ekspresi visual, tetapi juga melakukan pencarian mendalam terhadap esensi dari proses melukis itu sendiri—menciptakan dialog antara intuisi dan teknik yang sistematis. Proses iteratif dan eksperimental yang Richter terapkan serupa dengan dinamika penciptaan karya Setem yang mengutamakan riset dan eksplorasi visual.
Meskipun masing-masing seniman memiliki identitas dan medium ekspresif yang berbeda, ketiganya menekankan pentingnya riset, eksperimen teknik, dan penggalian simbolisme mendalam dalam setiap karya.
Pendekatan inilah yang menghubungkan para perupa internasional itu dengan Wayan Setem secara konseptual - di mana pencarian makna dan refleksi atas kehidupan melalui material visual merupakan inti dari proses kreatif mereka. Menurut saya, yang menarik bagi saya pada kajian ini adalah upaya Setem yang maksimal dalam mengelola kekuatan metafora dan simbol pada kedua karya ini. (Foto dan referensi dikutip dari berbagai sumber)
Hartanto, pernah bekerja sebagai wartawan majalah Matra. Kini, tetap jadi Redaktur Khusus Matranews.id. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Jogyakarta ini menulis puisi sejak SMP. Karyanya dimuat di Bali Post, NusaTenggara, Suara Karya, Suara Pembaharuan, majalah Tempo, majalah Hai, majalah Ceria, majalah kebudayaan BASIS, majalah Femina, tabloid Wanita Indonesia, TATKALA Co. Id, NUSA Bali, Bali Politika dan Jurnal Kebudayaan CAK. Beberapa puisinya di terjemahkan oleh penyair Amerika Thomas Hunter, dan dimuat dibeberapa majalah terbitan Perancis. Puisinya terbit dalam antologi Ladrang (Wianta Foundation-1995). Antologi Dendang Denpasar, Nyiur Sanur (2012), Antologi puisi bersama “Ibunda Tercinta” (2021), Antologi Puisi bersama “Blengbong” (2021). Penghargaan: Bali Dwipantara Natha Kerthi Nugraha dari ISI Denpasar. sebagai Penyair dan Maecenas Senirupa (2023). Hingga kini, acap menulis beberapa pengantar buku Sastra, Senirupa, dan Seni Budaya lainnya.