Pameran Kolosal Bali Kandarupa Libatkan 113 Seniman Klasik dan Tradisi Bali

Rabu, 09 Juni 2021 : 15:57

(DENPASAR). Sebanyak 113 seniman menampilkan karya seni rupa berupa lukisan, patung, dan topeng dalam perhelatan Bali Kandarupa (Imaji, Memori, dan Tradisi) yang merupakan bagian dari Pesta Kesenian Bali XLIII Tahun 2021. Pameran ini melibat seniman-seniman lintas generasi, mulai dari yang termuda I Gede Feby Widi Cahyadi (23) hingga I Wayan Pendet (81) dan I Wayan Pasti (81).

Wayan Pendet
"Ramayana Gugurnya Rahwana"
Akrilik di Kanvas, 90x135cm, 2021

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha mengatakan mulai tahun ini Pesta Kesenian Bali menghadirkan Bali Kandarupa yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi apresiasi karya seniman yang menekuni seni rupa klasik dan tradisi.

Bali Kandarupa 2021 merupakan pameran kolosal pertama dalam sejarah Pesta Kesenian Bali yang menghadirkan karya terbaik seni rupa klasik-tradisi berikut capaian turunannya,” katanya, Senin (7/6/2021).

Menurut Arya pameran Bali Kandarupa akan dibuka oleh Gubernur Bali Wayan Koster di Museum Puri Lukisan, Kamis 10 Juni 2021 secara daring melalui kanal youtube DISBUD PROV BALI. Pameran bakal berlangsung hingga 10 Juli 2021. 

Pameran dihadirkan di tiga lokasi yakni Museum Puri Lukisan Ubud yang menggelar karya lukisan, kemudian di Museum Arma Ubud menampilkna lukisan dan patung, sedangkan di Gedung Kriya Taman Budaya Bali (Art Center) khusus menyajikan seni topeng.

Suma Argawa
"Topeng Barong Singa Style Buleleng"
Akrilik Amsterdam, Kulit Sapi, Prada Gede di Kayu Pule-35x40cm, 2016

Selaras dengan tema besar Pesta Kesenian bali XLIII Tahun 2021: Purna Jiwa: Prananing Wana Kerthi (Jiwa Paripurna Nafas Pohon Kehidupan)”, pameran Bali Kandarupa mengusung tajuk “Wana Jnana” dengan sub bahasan Wanda, Rimba, dan Spiritualitas. Wana Jnana merujuk pengertian ‘hutan ciptaan’ kreasi kebijaksanaan luhur insani, sekaligus cerminan pendakian spiritualitas (lascarya).

Para seniman yang terlibat dalam pameran Bali Kandarupa ini berasal dari berbagai daerah di Bali, merangkum beragam gaya atau stilistik klasik dan tradisi Bali. Diantaranya Kamasan, Batuan, Ubud, Padangtegal, Pengosekan, Keliki, Nagasepaha, Bangli, Badung, Tabanan, Denpasar, Mas, Nyuh Kuning, Teges-Peliatan, Kerambitan, Buleleng, Tegalinggah, dan  sebagainya.

Arya menjelaskan kini terdapat dua agenda besar tahunan yakni, pertama, Pesta Kesenian Bali yang merupakan ajang penggalian, pelestarian, dan pengembangan nilai-nilai seni tradisi Bali yang digelar sejak 1979. Kedua, Festival Seni Bali Jani yang pertama kali diselenggarakan pada 2019, sebagai tonggak kebangkitan seni modern dan kontemporer.

Dalam penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali selama ini telah terdapat pameran seni rupa, tetapi mulai 2021 diperkuat dengan Bali Kandarupa yang lebih besar dari sebelumnya. Sedangkan dalam Festival Seni Bali Jani yang dilaksanakan pertama kali pada 2019 terdapat pameran seni rupa modern-kontemporer Bali Megarupa.

Nyoman Mawi
Balang Somi
Kayu Suar, 100x40x20cm, 2021

Kedua perhelatan yang menampilkan seni klasik-tradisi dan modern-kontemporer tersebut termaktub dalam ketetapan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali yang meliputi adat, agama, tradisi, seni, dan budaya. Upaya tersebut sejalan pula dengan dengan visi Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati: “Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana, Menuju Bali Era Baru”. 

Kurator pameran Wayan Kun Adnyana, I Ketut Muka dan Warih Wisatsana sepakat merumuskan tema pameran yang merupakan sebuah frame atau batasan. Dunia penciptaan, termasuk seni rupa, justru diharapkan memicu keleluasaan kreativitas —di mana kebebasan berimajinasi (kreasi) dimungkinkan; frame disikapi sebagai peluang menghadirkan karya yang kaya akan makna sekaligus padu dalam komposisi; lapis garis, bauran warna, dan pilihan kosa rupa terjalin utuh secara keseluruhan— tersebab adanya benang merah tematik tersebut.

Demikian pula pada Bali Kandarupa 2021; para seniman yang berpartisipasi terbukti tidak hanya mengolah stilistik hingga meraih estetik yang otentik melainkan juga gigih mengeksplorasi ragam tematik guna menemu ekspresi penciptaan yang mempribadi.

Tajuk “Wana Jnana” merujuk pengertian ‘hutan ciptaan’ kreasi kebijaksanaan luhur insani, sekaligus cerminan pendakian spiritualitas (lascarya). Pada konteks pameran ini, ‘hutan ciptaan’ (rimba) divisualkan melalui berbagai kemungkinan representasi: karya topeng (perwujudan satwa rimba); patung (objek/subjek hutan atau binatang); seni Lukis (flora-fauna dan/atau rimba raya).

Mangku Muriati
Utpeti (Penciptaan)
Warna Bali (Pere) di Kanvas, 120x78cm, 2021

Adapun laku kreativitas para pelukis, pematung, dan pencipta topeng ini dapat dimaknai sebagai upaya mempersembahkan kebajikan (wanda) sekaligus merefleksikan penghayatan spiritualitas (lascarya); terbukti mengemuka pada karya-karya yang diciptakan oleh para penekun seni tradisi.

Kandarupa menjadi perhelatan pertama di tahun ini sebagai wahana untuk aktualisasi dan juga pembuktian dari keberlangsungan seni rupa klasik, tradisi, berikut beragam turunan dari kreativitas terkininya. Secara keseluruhan wahana Kandarupa akan menjadi sandingan dengan Bali Megarupa yang hadir setiap tahun mengiringi perhelatan Festival Seni Bali Jani, “ungkap Wayan Kun Adnyana. 

Bali Kandarupa ini didedikasikan sebagai ruang apresiasi keberadaan seni rupa klasik maupun tradisional di Bali yang kian tumbuh dinamis dengan kreativitas baru yang tetap berakar pada memori kultural agraris, imaji klasik, dan warisan teknik tradisi mumpuni.

Karya perupa Bali tradisi tersebut, bahkan hingga belakangan ini, kerap berangkat dari wiracerita Mahabaratha dan Ramayana, Sudamala, juga Tantri yang sarat berbagai kisah mitologi, guyub pula dengan kehidupan flaura dan fauna belantara. Memaknai perhelatan kolosal Bali Kandarupa tematik ini dieksplorasi lebih mendalam —di mana ‘hutan ciptaan’ tidak semata sebagai latar kisahan melainkan mewarnai cerita utama.

 Dalam upaya transformasi meraih karya yang mempribadi seturut disuratkan di atas, yakni menemu keautentikan di tengah simpang pilihan dan kemungkinan, termasuk upaya tetap berakar pada kultur leluhur (tradisi) atau tidak berpaling dari kawitan; tentulah menuntut energi kreatif tangguh para perupa Bali yang bersetia menjunjung ragam tradisi seni ini. (*)

 

 

Berbagi Artikel