Minari, Memori Abadi

Sabtu, 05 Juni 2021 : 11:47

Penulis: Ni Luh Febri Darmayanti 

Adegan dalam film Minari/Sumber: google

“Life began for me, when I ceased to admire and began to remember,” - Lee Isaac Chung, sutradara film Minari (2020)

Film Minari boleh dikata mengangkat cerita yang sangat personal dari kisah hidup sang sutradara. Berkisah tentang sebuah keluarga Korea-Amerika pindah ke sebuah peternakan Arkansas untuk mencari “impian Amerikanya” sendiri di era tahun 1980an. Keluarga ini terdiri dari Jacob sebagai ayah (Steven Yeun), Monica sebagai ibu (Han Ye-ri), Anne sebagai si sulung (Noel Cho), dan David sebagai si bungsu (Alan S. Kim).

Dalam perjalanan, Monica tampak cemas dengan keputusan suaminya kali ini. Bagaimana tidak, jalan yang mereka lalui sangat gelap, dan hanya ada rerimbunan pohon tanpa rumah di sekitarnya. Monica semakin gusar saat tiba di “rumah” mereka. Ia sangat terkejut karena bentuk rumah yang ia idamkan bukanlah seperti mobil yang dijadikan rumah. Di sisi lain, Jacob justru melihat rumah itu estetik dan layak untuk dihuni. Perbedaan pendapat dari suami istri inilah menggiring konflik jadi semakin rumit.

Melalui color grading yang terbilang hangat dan dominan menggunakan warna pastel, film ini mampu memberi kesan dalam kesederhanaan cerita yang ditampilkan. Selain konflik mengenai rumah, Monica sebenarnya tidak setuju dengan keputusan suaminya yang ingin bertani sayuran Asia di tanah sekitar rumahnya karena hal itu sangat beresiko tinggi gagal.  Sementara Jacob tampak sangat optimis, dan sedikit egois.

Kekhawatiran Monica semakin menjadi mengingat David, yang mengidap penyakit lemah jantung perlu ditangani dengan tepat jika sewaktu-waktu penyakitnya kumat. Sementara di tanah yang mereka huni saat itu jauh dari kota, maupun rumah-rumah warga lainnya. Pertengkaran keduanya pun tak dapat terelakan. Anne dan David yang mendengar itu pun membuat pesawat terbang dari kertas dan bertuliskan “Don’t Fighting”.  Pesawat kertas seolah menyiratkan keinginan kakak beradik itu yang ingin disampaikan kepada orangtuanya. Namun sia-sia karena tidak bisa terbang jauh menggapai hati ayah dan ibunya. Pertengkaran masih terus berlanjut.

Adegan dalam film Minari/Sumber: google

Akhirnya, Jacob dan Monica memutuskan untuk meminta Ibu Monica datang dan menjaga kedua anaknya selagi mereka bekerja. Datanglah nenek Soonja (Youn Yuh-jung) ke rumah mereka. Rupanya David tidak menyambut gembira. David merasa neneknya tidak seperti nenek-nenek di Amerika, bahkan yang semakin membuatnya kesal adalah David harus berbagi kamar dengan neneknya. Kendati demikian, nenek Soonja berusaha mendekatkan diri ke cucunya tersebut.

Rasisme dan stereotype

Jacob akhirnya memutuskan berhenti bekerja sebagai pemilah jenis kelamin ayam di sebuah pabrik. Tujuannya jelas, untuk mulai bertani walau ia tidak tahu cara menggunakan alat-alat tani. Beruntung Jacob dibantu oleh Paul (Will Patton) yang merupakan orang Amerika. Hubungan keduanya terjalin selayaknya teman, bukan atasan dan bawahan. Paul pun mau mengambil ini itu dari gudang ke ladang mereka.

Adegan dalam film Minari/Sumber: google

Hal ini jelas tergambar bahwa rasisme yang pada tahun 80an tersebut ditampilkan berbeda di film ini. Menariknya, saat Paul pertama kali berkenalan dengan keluarga Jacob dan mengetahui problematika Jacob, Paul tidak segan duduk di bawah dan menasehati Jacob agar tetap semangat. Potongan adegan ini seolah jadi sindiran bahwa tidak selamanya orang Asia berada di bawah orang Amerika.

Selain itu, keluarga Jacob yang terbuka dengan lingkungan mereka turut hadir ke gereja milik orang Amerika. Awalnya mereka terlihat canggung, namun keluarga Jacob berusaha berbaur dan memperkenalkan diri. Kehadiran mereka pun diterima oleh orang Amerika yang beribadah hari itu. David pun bertemu Jhonnie di sana. Walau sempat bertanya kenapa wajah David berbeda dengannya, Jhonnie akhirnya mau berbicara dan keduanya jadi berteman semenjak hari itu.

Dalam film ini tokoh-tokoh yang berlatar dari Amerika digambarkan juga terbuka dan mau menerima orang Asia tanpa diskriminasi.

Simbolik dan mistik


Selain unsur sinematik yang apik, Lee Isaac Chung tak lupa menambahkan detail ciri khas orang Asia walau telah merantau ke tanah Paman Sam itu. Sebut saja sewaktu nenek Soonja datang, ia membawakan beberapa oleh-oleh dari kampung halaman seperti cabai, rempah, dan lain-lain. Selain itu, nenek Soonja juga memberikan cucunya, David jamu agar jantungnya dapat kian kuat, serta menanam tanaman Minari sesuai dengan instingnya.

 

Tanaman Minari di sini seakan menjadi ruh dari keseluruhan cerita. Digambarkan Minari yang ditanam nenek Soonja di dekat aliran sungai itu dapat tumbuh subur, tidak sulit seperti sayuran yang ditanam oleh Jacob. Selain untuk sayuran, Minari juga telah menjadi obat dan diburu untuk mengatasi berbagai penyakit sejak zaman Dinasti Joseon. Minari ini pula yang merepresentasikan keluarga Jacob. Peranan keluarga bak obat bagi segala penyakit dan masalah yang menghadang.

Tanaman Minari/Sumber: google

Di sisi lain, unsur mistik pun juga dihadirkan. Tampak adegan nenek Soonja yang mempercayai Paul bisa mengucap doa-doa yang membuat rumah mereka jadi makin tentram. Di sini jelas tergambarkan bahwa tokoh nenek Soonja merepresentasikan kebiasaan orang Asia.

 

Secara keseluruhan, film Minari memang layak dipuji dari segi alur, sinematik, dan kepiawaian acting dari masing-masing karakter. Tak heran jika kata “minari” yang sarat akan makna ini membekas menjadi memori yang mengabadi dalam benak sang sutradara sendiri.

Film Minari telah memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, di antaranya Academy Award for Best Actress in a Supporting Role (2020), Golden Globe Award for Best Foreign Language Film (2021), Critics' Choice Movie Award for Best Young Performer (2020), Screen Actors Guild Award for Outstanding Performance by a Female Actor (2020), BAFTA Award for Best Actress in a Supporting Role (2021), Independent Spirit Award for Best Supporting Female (2021), dan Critics' Choice Movie Award for Best Foreign Language Film (2021), dan lain-lain.

Tentang Penulis:

Ni Luh Febri Darmayantialumni jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Terlibat dalam pelbagai pagelaran seni, budaya, dan sastra tingkat nasional hingga internasional. Skenario film pendeknya berjudul Andaka Janu menjadi finalis film ACFFEST (Anti-Corruption Festival) oleh KPK RI (2019). Menulis ulasan review film terbaik oleh KEMDIKBUD RI (2020), dan meraih juara III lomba penulisan naskah drama teater oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2020). 

Berbagi Artikel