Pameran Tunggal ‘Amorf Made Kaek’ di Jimbaran Hub

Jumat, 07 Mei 2021 : 07:05
Lukisan Made Kaek "Dancing in The Red Corner" (2020), 200 x 150 cm/Foto: dok. seniman
Perupa Made Kaek (55) menggelar pameran tunggal bertajuk “Amorf Made Kaek”. Kali ini, Kaek mengetengahkan 48 karya rupa terpilihnya, terutama wujud-wujud 'amorf' dari periode cipta 2019 hingga 2021. Pembukaan akan berlangsung pada Sabtu, 8 Mei 2021, pukul 16.00 WITA di Jimbaran Hub, Jl. Karang Mas, Jimbaran, Bali.

Melalui series lukisannya tersebut, pendiri Rumah Paros Gallery ini menyuguhkan sisi lain dunia batin atau pra sadarnya. Karya-karyanya juga cerminan diri Kaek yang soliter dan mempribadi, menggenapi sisi pribadi sehari-harinya yang dikenal solider; supel bergaul, ringan berbagi, dan hangat bersahabat.

“Ini merupakan pameran tunggal kelima saya. Yang terakhir tahun 2017, merayakan setengah abad usia saya. Melalui pameran kali ini saya menghadirkan karya-karya yang mencerminkan pencarian dan penemuan stilistik juga estetik dari periode demi periode lukisan saya, ” ungkap Made Kaek. 

Eksibisi ini sedianya berlangsung sedari 8 Mei 2021 hingga 29 Mei 2021, serangkaian Jimbaran Art Festival. Putu Agung Prianta, salah satu founder Jimbaran Hub, mengungkapkan, acara Jimbaran Hub Art Festival JHUB ARTFEST ini adalah utk memberi semangat dan ruang baru dalam era baru ini, memberi semangat kepada para seniman Bali, nasional & internasional yang sedang berada di Bali. 

“Semoga kegiatan ini dapat memberikan energi positif bagi seniman untuk berkarya, baik seni musik maupun seni rupa, sekaligus memberi energi kepada masyarakat Bali dan internasional yang ada di Bali untuk tetap bersemangat, stay positive, dan terus berkarya, “ tutur Putu Agung Prianta. Jimbaran Hub adalah pusat kegiatan untuk komunitas kreatif, inovatif dan aktif di Bali yang berada di kawasan Jimbaran Hijau.

Sementara itu, Made Kaek juga mengapresiasi inisiatif dari Jimbaran Hub untuk menyelenggarakan pameran di tengah masa pandemi. “Ini adalah sebuah upaya yang baik untuk tetap menjaga semangat kreativitas dan elan penciptaan, terutama untuk para seniman ya,” ujar Kaek. Adapun pameran “Amorf Made Kaek” ini dikurasi oleh penyair dan kurator Warih Wisatsana. 

"Playing in The Red Corner" (2020), 150 x 150 cm/foto: dok. seniman
Menurut Warih, yang telah mengurasi berbagai pameran, termasuk pameran Mural Serangkaian World Culture Forum di Bali (2016) dan Pameran Bali Megarupa (2019-2020), bukan perkara mudah untuk meraih karya yang unik otentik dengan capaian stilistik dan estetik seperti dilakukan Made Kaek. 

Kaek, yang dilahirkan di Denpasar, 23 Januari 1967 ini, mulanya berangkat dari langgam abstraksi. Proses kreatifnya ini semata sebuah upaya sublimasi dari realita atau kejadian yang ditelaahnya secara pandangan langsung.

Berbeda dengan periode-periode sebelumnya, yang lebih mengedepankan deformasi bentuk, keleluasaan eksplorasi warna, berikut kemudian mengejar dan menggali monokrom hitam putih, pada karya-karyanya kali ini Made Kaek terlihat begitu lepas bebas merefleksikan wujud rupa yang terbilang ‘amorf ’. 

"Dancing in The Dark" (2020), 40 x 30 cm/foto: dok. seniman

Merujuk Amorf sebagai istilah, melahirkan pengertian adanya unsur-unsur ‘wujud’ yang bentuk sesungguhnya tidak pernah permanen; adalah zat yang hakikatnya tidak memiliki struktur baku atau amorphous (a:tidak, morf:bentuk).

“Sekilas, amorf  Kaek mengingatkan pada Basquiat. Namun sebenarnya berbeda karena titik mula ekspresi atau tendensi penciptaannya yang berlainan. Bila pada Basquait adalah menyiratkan sekaligus menyuratkan protes sosial dari kaum hitam jalanan yang terpinggirkan; pada Kaek lebih sebagai lantunan solilokui dirinya, “ demikian diungkapkan Warih Wisatsana. 

Kosa rupa amorf  ini bisa juga ditelusuri pada karya-karya Art Brut, dicetuskan Jean Dubuffet. Ia mengumpulkan karya Art Brut, termasuk buah cipta pasien rumah sakit jiwa Adolf Wolfli (1864-1930), dan melangkah lebih jauh melahirkan Museum Collection d’Art Brut di Laussane, Switzerland, menampung karya Art Brut dunia, termasuk Ni Tanjung (Bali). Art Brut mengedepankan karya seniman dengan gangguan skizofrenia. Mencerminkan pribadi obsesif, sosok-sosok yang ada dalam kanvas merupakan luapan naluri purba di bawah rundungan delirium. 

"Wild Memory" (2021), 30 x 30 cm/foto: dok. seniman

Sedangkan seri amorf  lukisan Kaek justru adalah menggambarkan capaian proses ‘ekstase’, di mana tarikan garis, warna, dan goresan aneka rupa tetap dalam paduan kecakapan teknis yang pada ghalibnya sudah menjadi sesuatu yang organis dengan dirinya. Ekstase dalam proses cipta berkesenian ini pada tataran tertentu seakan mirip seseorang yang tengah dirasuki delirium, namun bila para Art Brut adalah gambaran ketidaksadaran laten, sebaliknya pengalaman serupa Kaek bahkan adalah melahirkan kesadaran atau meraih kejernihan diri, gambaran pribadi yang ringan batin.

Seri rupa terkini Made Kaek, lanjut Warih, boleh dikata tidak lagi terbebani pesan atau pernyataan-pernyataan tentang kenyataan; yang mengemuka adalah sosok-sosok atau wujud yang tidak sepenuhnya dapat diidentifikasi sebagai rupa flora, fauna, atau manusia, bukan juga mahluk-mahluk mitologis yang berpretensi mistis-magis. 

“Seri amorf  Kaek ini menandai tahapan penciptaan penuh kemungkinan dari seniman yang berumah di kawasan seni Sukawati ini. Capaian stilistik dan estetiknya menunjukkan kematangan tersendiri dirinya, baik sebagai perupa maupun pribadi, yang boleh dikata sudah tak muda lagi, “ terang Warih Wisatsana. (Teks: IDAYATI)


Berbagi Artikel