Ilustrasi karya yang dipamerkan/Dok. Rumah Paros |
(GIANYAR)-Rumah Paros kembali menyediakan ruang apresiasi karya seni rupa melalui sebuah pameran bertajuk “Rizoma”. Galeri di bilangan Banjar Palak, Sukawati-Gianyar ini menampilkan karya-karya terpilih empat perupa, yakni Ida Bagus Putu Purwa, Wayan Paramarta, Made Budiadnyana dan AA Ngurah Paramartha (Ten Fine Artists). Adapun peresmian diselenggarakan Kamis, 1 April 2021 oleh pecinta seni dan pemilik Galery Zen1, Nicolaus F. Kuswanto.
Pemilik Rumah Paros, Made Kaek mengatakan, kendati dalam suasana Pandemi Covid-19, denyut berkesenian tidak boleh mandek. Semangat para perupa tak boleh kendor. Karena itu pihaknya menyambut baik pameran yang bertema ‘’Rizoma’’ ini. Memang terbukti, pandemi tidak menghalangi perupa melakukan penajaman intuisi untuk menghasilkan karya yang berkualitas.
Ilustrasi karya yang dipamerkan/Dok. Rumah Paros |
‘’Melalui gelar karya rupa ini, kita harapkan ruang apresiasi senirupa selalu tersedia, kendati kita masih berkutat menghadapi pandemi Covid-19. Tentu protokol kesehatan (prokes) tetap dijalankan agar penyebaran Covid-19 segera bisa diputus, sehingga ke depan pameran senirupa bisa digelar seperti sebelum pandemi,’’ ujar Made Kaek yang juga seniman ini.
Empat perupa yang berpameran, A.A. Ngurah Parartha, I Wayan Paramartha, I Made Budiadnyana dan Ida Bagus Putu Purwa sepakat bahwa pada masa yang dipaksa jeda oleh pandemi Covid-19 kreativitas sesungguhnya tidak dapat dihentikan. Meski pandemi telah menginjak satu tahun (di Indonesia dan Bali khususnya), aktivitas untuk bertemu, berdiskusi, membicarakan proses cipta, dan berkarya masih terus dirawat serupa kehidupan tumbuhan rimpang.
Demikian filosofi “Rizoma” yang menjadi tajuk pameran ini, di mana ruas batang yang terus berkelindan di bawah tanah, melahirkan akar juga tunas, pergerakannya tidak dapat dilihat meski tetap tumbuh.
Ilustrasi karya yang dipamerkan/Dok. Rumah Paros |
Di sini Deleuze dan Guattari merumuskan dua tipikal bentuk masyarakat yaitu pohon dan tumbuhan rimpang atau rizoma, keduanya terdiri dari struktur, pohon dengan awal (akar) dan akhiran (ranting), sedangkan rimpang memiliki batang tumbuhan yang tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah dengan struktur tubuh beruas yang selalu menghasilkan tunas juga akar baru.
Pohon jika dipotong batangnya sangat memungkinkan untuk sebuah pohon menjadi mati sedangkan rizoma apabila dipotong maka ruas yang dipotong tersebut melahirkan akar dan tunas baru. Singkat kata, Rizoma selalu menumbuhkan realitas-relaitas baru meskipun dipotong menjadi bagian kecil, hal ini tidak berlaku dalam realitas pohon.
Ilustrasi karya yang dipamerkan/Dok. Rumah Paros |
Dalam proses ciptanya, keempat perupa mulai melihat kembali perjalanan-perjalan pada awal bergelut dengan dunia seni rupa, mengevaluasi diri secara sederhana sehingga timbul sebuah keinginan untuk merubah pola. Pola yang dimaksud disini adalah bagaimana mereka kembali mengevaluasi bentuk-bentuk sistem praktik dalam kerja kesenimanan baik dari persoalan pola kerja secara personal maupun bentuk sistem manajerial. Melalui kesepakatan ini kemudian, mereka berempat menyepakati untuk mengkonstruksi sebuah pemikiran tentang manajerial dalam pameran.
Ilustrasi karya yang dipamerkan/Dok. Rumah Paros |
Akhir kata, Rizoma dipilih berdasarkan kenyataan bahwa apa yang mereka lakukan selama pandemi adalah tetap menjaga api kreativitas dengan berkarya, lebih dari itu bahwa ada potongan-potongan realitas lain yang menawarkan kebaruan dan harus dihidupkan yaitu sistem manajerial, meski secara fisikal tidak sehebat cerita tentang pohon besar yang menjulang tinggi di atas tanah, rimpangakan terus menumbuhkan akar dan berkembang di dalam tanah serta memunculkan tunas baru walaupun dipotong berkali-kali. (RLS)