Nagabanda: Titik Temu Tiga Kreator Bali

Kamis, 01 April 2021 : 16:48

Penulis : Ganesa Putra/Jurnalis Katarupa.id

Kolaborasi selalu memungkinkan terciptanya beragam karya yang unik. Dengan latar bidangnya masing-masing, tiga kreator bertemu pada satu titik kolaborasi: Nagabanda. Mereka adalalah Putu Ajus Mulyawarman yang merupakan builder motor custom yang sudah kaya akan prestasi, Putu Marmar Herayukti, seorang kreator multitalenta yang namanya sudah tidak asing di Bali, serta Monez yang merupakan ilustrator Bali terkemuka. 

Foto: Ganesa Putra
Capaian kolaborasi ketiga kreator tersebut diluncurkan di Gedung Dharma Negara Alaya (DNA) pada 26 Maret 2021. Acara dihadiri pula oleh Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, Camat Denpasar Utara, I Nyoman Lodra, serta sejumlah seniman, pemerhati seni, dan tokoh masyarakat lain. 

Titik awal kolaborasi ini bermula dari commision work milik Putu Ajus Mulyawarman yang didapatkannya dari salah seorang kolektor motor custom ternama. Ketiga kreator ini lantas dipertemukan oleh commisioner tersebut untuk masing-masing menggarap satu buah karya sesuai bidangnya. Maka terciptalah motor custom buah cipta Putu Ajus Mulyawarman, mural dari Monez, dan film pendek karya Marmar Herayukti. Masing-masing karya mencoba untuk memvisualisasikan konsep Nagabanda yang menjadi titik temu mereka.

Foto: Ganesa Putra
Gaya yang diusung motor Nagabanda ini adalah caferacer, berbahan dasar aluminium dan stainless—memberikan kesan kuat sekaligus cepat pada bentuk akhirnya. Pengerjaannya sendiri memakan waktu 8 bulan, terhitung sejak Januari 2020. Kreasi Ajus ini direncanakan akan turut serta dalam kontes motor costum di Jogjakarta, Jepang dan Italia.
Putu Ajus Mulyawarman/Foto: Ganesa Putra
Dalam perjalanannya, Putu Ajus Mulyawarman tidak pernah puas pada satu capaian bentuk. Hal tersebut membuat ia beberapa kali harus mengulang bagian-bagian tertentu sampai menemukan kepuasan batin akan bentuk tersebut. 

Mengenai nama, ia menuturkan bahwa “Nagabanda” tercetus ketika kepala motor ini selesai dibentuk. Lekukan menyirip yang terkesan tegas pada bagian kepala motor ini dapat disimbolkan sebagai tanduk naga itu sendiri. Hal inilah yang lantas diterjemahkan oleh dua kreator lainnya—Monez dan Marmar—ke dalam proses berkarya pada bidangnya masing-masing.

Film karya Marmar Herayukti/Foto: Ganesa Putra
Nagabanda hasil terjemahan Monez tampak agung terpampang pada susunan kayu jati. Tanpa menghilangkan kekhasannya dalam berkarya, Monez mengilustrasikan konsep Nagabanda ke dalam bentuk dua dimensi. Susunan warna yang terstruktur menjadikan karya mural Monez tampak harmonis. 

Ada kesatuan yang terbangun antara motor Nagabanda dengan mural Nagabanda ciptaan Monez. Hal itu bukan semata karena mural ini menemani motor itu di ruang display sebagai latar belakang, namun susunan warna yang selaras antara keduanyalah yang memungkinan mereka tampak menjadi satu kesatuan yang utuh. 

Marmar Herayukti merespon konsep Nagabanda ini melalui medium film. Dalam film perdananya, Marmar berangkat dari satu etimologi perihal tali yang mengikat siklus kehidupan. “Tali” ini merupakan pemaknaan Nagabanda dalam proses penciptaan Marmar. 

Foto: Ganesa Putra
Visualisasi yang terkesan surealis-mistis menjadi daya tarik utama film ini. Editingnya tampak mencoba memberikan visualisasi dari “nafas”, yang mana erat kaitannya dengan hidup dan siklus kehidupan itu sendiri. Arahan Marmar sebagai sutradara terlihat apik dan tetap memberikan kekhasannya yang mempribadi dalam karya film pertamanya ini. Produksi film ini dibantu oleh production house Niskala Studio.

Dalam satu konsep bersama, ketiga kreator ini berhasil memberikan suguhan yang menarik. Masing-masing berdiri tegak dan kuat dalam gerak bersama menompang konsep ini. Capaian ketiganya terbilang “berhasil” dalam menerjemahkan konsep Nagabanda ini, publik sebagai apresiator pun terpuaskan. Barangkali upaya kolaboratif semacam ini akan semakin menarik ke depannya, mengingat Bali dan konsep-konsepnya merupakan medan yang sangat luas untuk dieksplorasi bersama. Selain sebagai bentuk pelestarian terhadap konsep-konsep yang luhur, tentunya juga akan berdampak pada peningkatan eksistensi dan penguatan aktualisasi diri.

Editor : Ni Wayan Idayati

Berbagi Artikel