Yudane dan Wrdhi Cwaram, ‘Standing Applause’ Europalia

Kamis, 09 Januari 2020 : 21:15
BEGITU denting terakhir bilah gamelan mengalun hening, ruang pertunjukan di Salle de Musique de Chambre Impair, BOZAR, Belgia, tertahan senyap, sesaat kemudian tepuk tangan antusias tak putus. Bahkan, standing applause mengiringi para penabuh memberi salam hormat. Sekaa Wrdhi Cwaram memungkas lawatan Europalianya, Minggu malam, 10 Desember 2017.

Ada empat komposisi terkini New Music For Gamelan karya komposer I Wayan Gde Yudane bertajuk: Spring (11:30), Aquifers (26:00), Ephemeral (3:20), dan Journey (35:00), dipresentasikan di tiga venue terpilih, Le Phénix scène nationale (Perancis), deSingel, Antwerpen (Belgia), dan Centre for Fine Arts BOZAR (Belgia).

Europalia sendiri adalah festival budaya internasional, pertama kali diselenggarakan di Brussel pada tahun 1969 serta telah diikuti oleh banyak negara di dunia. Indonesia merupakan negara Asia ke empat dan negara Asia Tenggara pertama yang ditunjuk menjadi negara tamu di festival tersebut - kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dengan Europalia Internasional, tanggung jawab pelaksana di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Kebudayaan khususnya Direktorat Kesenian Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Indonesia kali ini menghadirkan 20 eksibisi terpilih, 100 pertunjukan musik, 27 pementasan tari-tarian, 27 teater & pemutaran film, serta 34 karya sastra dari Indonesia, berlangsung selama empat bulan, dibuka mulai tanggal 10 Oktober 2017 dan berakhir pada 21 Januari 2018.

KolaborasiKomposisi tersebut berangkat dari puisi-puisi karya penyair Ketut Yuliarsa, melalui serangkaian dialektika Musik dan Puisi, antara nada dan kata atau antara bunyi dan arti. Dalam proses kolaborasi ini, menurut Yudane, ia menciptakan komposisi berangkat dari puisi Ketut Yuliarsa yang sudah ada, tapi tidak jarang juga terjadi yang sebaliknya, yakni sebagian komposisi tercipta dan kemudian memicu lahirnya puisi sebagaimana dalam Journey dan Aquifers. Empat komposisi ini digarap selama empat tahun sebelum akhirnya dipersembahkan secara utuh kepada publik.

Konsep musikal pertunjukan kali ini berangkat dari elastisitas, yakni perenggangan waktu dan tempo serta kespontanan di dalam kesetikaan juga kebersamaan, merespon ombak (vibrato) pada gamelan Semarandhana guna menciptakan ruang meditatif di mana nada-nada melodi terhubung secara imajinasi di dalam benak para pendengar. Empat komposisi ini sempat dipertunjukkan di Bentara Budaya Bali tanggal 30 November 2017 bertajuk New Music for Gamelan Gde Yudane “Journey” bersama Gamelan Wrdhi Cwaram.

Secara khusus, Yudane menggarap unsur bunyi dalam Gamelan Bali dengan pendekatan baru dengan pilihan tone mikrotonal antara ngumbang dan ngisep. Adapun ngumbang ngisep adalah suatu istilah musikal Gamelan Bali perihal nada dasar yang terhubung pada sistem Pelarasan Berpasangan, yakni instrumen yang sama dilaras berbeda sehingga jadi berpasangan guna menghasilkan vibrato (ombak) atau alun bunyi terpilih pada Gamelan Bali. Seluruh komposisi ini disuratkan dalam not-not balok (partitur), digarap khusus untuk presentasi musik gamelan. Sehingga komposisi yang diciptakan tidak ada yang bersifat spekulasi, semua bunyi terencana, tertata, dan terukur.

Dengan kata lain, empat komposisi ini adalah new music for gamelan, sebentuk penciptaan gending baru dari perangkat gamelan (warisan terdahulu) yang disikapi secara baru pula. Kebaruan itu tecermin semisal adanya pengolahan instrumentasi, pelarasan, orkestrasi, warna suara dan sebagainya.


Semangat kebaruan itu pula terwakili oleh capaian teknik permainan berikut struktur dan sistem kerja antar instrumentasi. Hal mana ini melahirkan sebentuk kebaruan sudut pandang, terutama adanya tata racik gending baru yang pada giliran berikutnya menciptakan pengetahuan dan perbendaharaan teknis racik baru.

Karya-karya Yudane kali ini merefleksikan perjalanan pencarian kreativitasnya guna merambah wilayah penciptaan baru, memperkaya kemungkinan musik gamelan serta merefleksikan keberanian sang kreator untuk menyikapi sesuatu yang sudah baku dan mentradisi, guna melahirkan karya baru yang orisinal dan unggul. Tentu saja proses cipta yang panjang itu lain jalannya bila tidak bertemu Sekaa Gamelan Wrdhi Cwaram yang didirikan di Padangsambian, Juni 1998 oleh Ketua sekaligus inisiator I Ketut Widianta.

“Bagi saya pribadi, pertemuan dengan Wrdhi Cwaram adalah salah satu momentum kreatif. Tentu saja pada bidang seni apapun, dan bahkan pada kehidupan sehari-hari, segala hal baru selalu tidak mudah diterima begitu saja. Ada proses adaptasi yang melalui penolakan, ketidakpahaman, juga pertanyaan-pertanyaan kritis, berikut gugatan. Apalagi gamelan Bali lahir dari suatu tradisi panjang yang mengakar dalam kehidupan kultural masyarakat setempat,” tutur Yudane.

Direktur Musik Wrdhi Cwaram, Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya mengatakan bahwa muhibah seni ini sungguh sebuah kesempatan berharga bagi Wrdhi Cwaram untuk mengembangkan lebih jauh serta melakukan eksperimen sebagai sekaa New Music For Gamelan.

“Penampilan kami tadi malam lebih mengalir dan kawan-kawan sangat rileks dan maksimal sesuai arahan Pak Yudane yang menekankan pentingnya bermain dari kedalaman dan kebersamaan. Ini sebuah pengalaman internasional bagi kami, berkat Pak Yudane yang komposisi-komposisinya memang sudah sohor lintas bangsa. Ini sekaligus membuktikan bahwa musik baru untuk gamelan ini bersifat universal dan internasional,” ujar Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya yang juga komposer musik gamelan.

Seorang pengamat musik, Wietske van Gils dari Antwerpen, Belgia, memuji upaya penemuan baru Yudane dan Wrdhi Cwaram. Selama ini ia mengaku sebagai pengagum musik gamelan, khususnya Bali, namun apa yang dipertunjukan dalam Europalia ini sungguh mengejutkan baginya.

“Ini berbeda dengan gamelan yang selama ini saya dengar dan saksikan. Unsur musikalnya justru sebaliknya, mereka (red: Wrdhi Cwaram) justru sampai pada esensi bunyi, hening, tapi tetap terasa sebuah ensemble yang berakar dari Bali,” ungkapnya.

Kurator Europalia, Nyak “Ubiet” Ina Raseuki yang juga sohor sebagai komposer, menyampaikan pujian kepada penampilan Yudane dan Wrdhi Cwaram, serta menganggapnya sebagai fenomena tersendiri dari keberadaan musik gamelan selama ini. “Yudane dan Wrdhi Cwaram terus melakukan upaya pembaruan pada musik gamelan Bali. Semangat ini juga tecermin sebenarnya dari musik-musik yang kita hadirkan di Europalia guna memperkenalkan kekayaan kebudayaan Indonesia. Kita tampilkan dari musik-musik warisan tradisi berbagai daerah, bahkan hingga musik-musik yang dianggap avant-garde. Misalnya, tadi kita juga bisa saksikan di BOZAR ini, pertunjukan Voices of Papua, Matianari Toba Batak Music Ensemble, Saluang Dendang, dan Wayang Hiphop.”

Tepuk tangan dan standing applause pun ditujukan kepada Yudane, sewaktu ia hadir di atas panggung seusai komposisi terakhir, Journey, dimainkan. Sambutan publik sedemikian antusias ini bolehlah dibaca sebagai penanda bahwa musik gamelan di Bali tidak henti bertransformasi, melampaui anggapan umum yang memandang seni warisan tradisi ini sudah mapan dan baku,  semata untuk upacara atau hiburan eksotik turistik belaka. 

Komposer: I Wayan Gde Yudane
Puisi: Ketut Yuliarsa Sastrawan
Performer: Gamelan Wrdhi Cwaram
Direktur Musik: Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya

Musisi:
Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya, I Ketut Widianta, A.A. Raka Suyadnya, Ida Made Adnya Gentorang, I Gusti Agung Bagus Chandrastika Wangsa, Gusti Putu Lokantara Makalena, I Gede Panca Gangga, I Nyoman Yuda Pertama Putra,  Gusti Agung Putu Retno Saputra, Agus Dody Aryawan, I GedeYudi Krisnajaya, I Wayan Arik Wirawan, I Nyoman Abdi Sucipta, Made Jaya Subandi, I Made Sumantra, A. A. Putu Atmaja, I Wayan Sudiarta, I Made Oka Antara, I Made Oka Dwi Antara, Putu Eka Deri Sasmitha, Putu Agus Satria Setyawan.

(w wisatsana)

Berbagi Artikel