Pameran bertajuk Me/You: Yesterday-Tomorrow, Natisa Jones, 25, yang sedang dipamerkan di studio pribadinya di kawasan Renon, Denpasar. |
Pameran bertajuk Me/You: Yesterday-Tomorrow ini kian mengibarkan kiprahnya di dunia seni rupa yang diimpikan sejak kecil.
Ketika 2,5 tahun, Natisa sudah mulai mencoret dan bermain warna. Balita blasteran ibu Indonesia dan ayah Kanada ini lantas mendapat ruang dan kesempatan luas untuk melampiaskan hasrat visualnya.
Ia lantas masuk ke Sekolah Internasional Dhyatmika di Bali yang memberikan kebebasan siswa untuk menyalurkan minat dan bakat.
Kemudian Natisa melanjutkan belajar seni di Prem Tinsulanonda International School (PTIS), Chiang Mai, Thailand (2005-2009) dan mendalami seni rupa di Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Australia (2009-2011).
Dia juga banyak belajar galeri serta museum dari perjalannnya ke berbagai negara. Juga saat tinggal di Belanda.
Pameran bertajuk Me/You: Yesterday-Tomorrow (6 April-10 Mei 2015) ini memamerkan sejumlah karya (beberapa di antaranya serial) memakai media campuran di atas kertas dan kanvas. Eksplorasi Natisa di pameran ini bukan hanya sebatas karya, tetapi juga pengemasan dan penyajian. Bahkan untuk tata lampu dan display karya dia ikut mengawasi, termasuk menerbitkan buku karyanya.
Di studio ini, selain berkarya ia bakal menggelar workshop yang bisa diikuti siapa saja untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Natisa ingin pula berinteraksi dengan siswa dan mahasiswa seni serta berkolaborasi dengan seniman lintas bidang untuk memperkaya khazanah berkesenian.
Dia mengaku menggunakan metode dokumentasi dan eksperimen sebagai referensi untuk menjaga kelangsungan dialog batin bagi karya-karyanya. Coretannya sejak balita diarsip dengan rapi, begitu pula drawing dan sketsa yang dia kerjakan kapan dan di mana saja, terdokumentasi dengan baik.
Artefak ini bisa menjelaskan proses kreatif Natisa yang mengandalkan responsif atas suasana dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Juga suasana batin dan pikiran yang sedang dihadapinya. Jika tak cukup dengan lukisannya, terkadang dia menorehkan kata-kata sebagai penegasan --yang menurut dia merenggut narasi dari kehidupan sehari-hari demi penjelajahan kreatifnya.
Hal ini pulalah yang mewujudkan jalinan pengalaman pribadi Natisa dengan proses berkarya yang paralel dengan kehidupan sehari-hari, berinteraksi dengan banyak orang. Alhasil, figur-figur dalam karya Natisa seakan bertutur, berdialog, menyampaikan suatu pesan, mempertanyakan sesuatu, dan seterusnya.
Dalam pengantar di pamerannya ini Natisa menuliskan pengertian terhadap suatu renungan biasanya menimbulkan gejolak batin. Berbagai emosi ini, ia hadapi dengan jujur dan terbuka, agar menjadi dorongan keras untuk segera disalurkan, digoreskan. Hal ini menjaga integritas koneksi atara dirinya dan karyanya.
Budayawan asal Prancis Jean Couteau mengatakan Natisa banyak memasukkan unsur diri dan psikologis, yang seyogyanya terus dikembangkan. Ungkapan visual Natisa disajikan dengan jernih kompleksitas batin dari orang yang digambarkan dengan cukup jernih.
Keterlibatan psikologis secara total memang menjadi kunci proses berkesenirupaan Natisa. Karyanya acap membuat penikmat seakan terlibat dalam pergulatan pemikiran dan perasaan. Ia pun terus mengeksplorasi secara konsisten terhadap pendalaman tema identitas, pertanyaan seputar kondisi manusia, dan refleksi ide-ide tentang ‘diri’ melalui konsepsi proses tanpa henti.(Ema Sukarelawanto)
Berbagi Artikel