Memuliakan Ketulusan di Museum Rudana: Perayaan Hari Museum Internasional dan Upaya Memperjuangkan Warisan Budaya

Minggu, 18 Mei 2025 : 17:55

Di tengah tantangan zaman yang terus berubah, kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya semakin mendesak untuk ditegaskan kembali. Kunjungan Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), ke Museum Rudana, Ubud, bukan sekadar kunjungan seremonial. Kehadirannya dalam audiensi publik bertema “Meniti Warisan, Merajut Masa Depan: Museum sebagai Penjaga Peradaban” menjadi ruang bersama untuk menyuarakan kepedulian terhadap masa depan kebudayaan Indonesia, sekaligus memperingati Hari Museum Internasional 2025.

Dalam forum yang dihadiri lintas generasi ini, Ibas mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya masyarakat Bali, untuk memperjuangkan lahirnya regulasi yang berpihak pada penguatan sektor kebudayaan. Menurutnya, Indonesia memerlukan Undang-Undang yang mampu mewadahi kepentingan semua pemangku kepentingan seni dan budaya secara menyeluruh.

“Saya juga mengatakan, tolong Bali sama-sama kita berjuang Undang-undang Kebudayaan, apakah itu Omnibus Law, apakah itu UU Seni Budaya dan Galeri, benar-benar memberikan pemanfaatan dan keuntungan kepada semua stakeholder yang ada di Indonesia,” kata Ibas melalui keterangannya, Minggu (18/5/2025). 

Lebih lanjut, Ibas menekankan pentingnya kolaborasi dalam merumuskan kebijakan tersebut. “Karena pembuatan Undang-Undang, Bli Putu tahu, dibutuhkan tangan pemerintah, tangan asosiasi, tangan publik dan lainnya. Jika kita berkomitmen untuk menciptakan undang-undang tersebut, mari kita bekerja sama untuk menuntaskan,” ujarnya.

Selain mendiskusikan arah kebijakan, Ibas juga menyoroti peran generasi muda dalam menjaga seni dan budaya sebagai warisan para leluhur. Ia menekankan bahwa museum bukan hanya ruang penyimpanan benda sejarah, tetapi tempat menyulam nilai lintas waktu. 

“Museum adalah tempat kita merekam jejak sejarah, merawat nilai, dan menciptakan ruang belajar lintas generasi. Ia bukan sekadar bangunan statis, tetapi denyut hidup peradaban yang menyatu dalam jati diri bangsa,” ungkapnya.

Dalam kesempatan penuh makna itu, didampingi Putu Supadma Rudana, Ibas melangkah pelan menuju halaman Museum Rudana, di mana berdiri sebuah prasasti sederhana namun sarat makna: Prasasti Memuliakan Ketulusan Ibu. Prasasti ini diresmikan dalam rangkaian Spouse Program KTT ASEAN 2011, ketika Ibu Ani Yudhoyono, sebagai pendamping Presiden ke-6 RI, memimpin kunjungan para pendamping kepala negara ke museum ini.

Prasasti itu tak hanya menyimpan tanda tangan Ibu Ani bersama ibu negara lainnya, tetapi juga menyimpan jejak ketulusan dan kasih yang telah melampaui batas waktu. Di tempat itu, Ibas seolah kembali menapak jejak ibundanya—bukan sekadar sebagai tokoh bangsa, tetapi sebagai sosok yang mewariskan kepekaan budaya dan nilai kebangsaan dalam diam dan tindakan. Dalam heningnya, pertemuan pribadi itu seakan menyulam ulang tali persahabatan antar generasi, antara pribadi dan sejarah, antara yang pernah hidup dan yang terus dikenang.

Kegiatan audiensi hari museum ini juga diwarnai dengan kehadiran sejumlah tokoh budaya seperti maestro tari Bali, Anak Agung Gde Oka Dalem, dan empu keris Pande Nyoman Budiarta bersama para empu dari Pasikian Prapen Maha Semaya Warga Pande Provinsi Bali. Hadir pula generasi muda dari kalangan pelajar dan mahasiswa, Jegeg Bagus Kabupaten Gianyar, serta Teruna Teruni Gianyar.

Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Putu Supadma Rudana, menyambut baik kunjungan Ibas sebagai bentuk dukungan terhadap keberlanjutan fungsi museum sebagai ruang pendidikan kebudayaan.

“Kehadiran Ibas kami maknai sebagai kunjungan persahabatan dan kepedulian mendalam terhadap nasib warisan budaya kita. Ini bukan semata kegiatan seremonial, tetapi ruang dialog yang tulus untuk menimbang masa depan museum Indonesia,” ujarnya.

Sejumlah pemikiran strategis turut mengemuka dalam forum ini. Mulai dari perlunya penguatan kebijakan berbasis museum sebagai pusat edukasi dan riset, hingga pentingnya sinergi antara museum, pemerintah, akademisi, dan komunitas. Gagasan lain yang mencuat adalah dukungan terhadap proses digitalisasi, konservasi, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia permuseuman.

“Ada pula harapan agar museum bisa lebih berperan dalam diplomasi budaya dan membangun karakter bangsa,” jelas Putu.

Ia menambahkan, “Memajukan museum berarti memuliakan ketulusan-ketulusan dalam menjaga warisan, menyampaikan nilai, dan menjangkau generasi masa depan dengan penuh kasih dan kesadaran.”

Sebagai organisasi yang menaungi lebih dari 500 museum di seluruh Indonesia, AMI mendorong museum tidak hanya menjadi ruang diam yang terpaku pada masa lalu. Melalui penguatan narasi sejarah, pengelolaan koleksi yang kontekstual, dan program edukasi yang inklusif, AMI berupaya menjadikan museum sebagai tempat belajar yang hidup dan membumi.

Dalam kerangka itu, AMI terus mengupayakan agar nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—dapat diinternalisasi dalam pengelolaan dan program-program permuseuman di Indonesia.

“Kami tidak ingin museum hanya menjadi ruang diam, tetapi menjadi ruang yang menyampaikan nilai, membuka dialog, dan menumbuhkan kesadaran. AMI berkomitmen menjadi jembatan antara pengambil kebijakan dan pelaku kebudayaan di lapangan,” tegas Putu.

Dengan semangat kolaborasi dan partisipasi lintas sektor, peringatan Hari Museum Internasional kali ini menjadi pengingat bahwa museum tidak boleh terjebak sebagai ruang pasif. Ia harus menjadi penanda arah, bukan sekadar penanda masa lalu. Dalam dunia yang terus berubah, museum dapat menjadi tempat menyimpan ketulusan untuk menjaga, berbagi, dan merancang nilai kehidupan yang lebih baik.

Rangkaian kegiatan ini juga menjadi bukti konsistensi Museum Rudana dalam menjaga peran aktifnya di tengah masyarakat. Sejak didirikan pada 1995 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto, museum ini telah menjadi tempat berlangsungnya berbagai kegiatan penting, mulai dari APEC 2013, World Cultural Forum, hingga Pertemuan Pimpinan Parlemen Asia Tenggara dan Pasifik (2023 & 2024).

Museum ini juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah kunjungan penting, seperti dari Jiang Zemin, Jimmy Carter, hingga Ellen Johnson Sirleaf. Pada Desember 2024, Museum Rudana menyelenggarakan Pagelaran Citra Seni dan Pesona Wastra Bali bersama Himpunan Ratna Busana Indonesia yang dihadiri oleh Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto).

Di awal 2025, forum Wicara Cipta: Sinergi Membangun Budaya kembali digelar di museum ini, menghadirkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon bersama sejumlah tokoh budaya. Pada April lalu, delegasi Parlemen Papua Nugini juga menyambangi museum ini dalam kunjungan diplomatik budaya yang berujung pada rencana pembuatan patung Grand Chief Sir Michael Somare untuk Gedung Parlemen PNG.

Sebagai bagian dari peringatan 30 tahun berdirinya Museum Rudana, tahun 2025 ditetapkan sebagai tahun perayaan seni sepanjang tahun. Beragam pameran, pertunjukan budaya, dan diskusi publik dijadwalkan untuk memperkuat posisi museum sebagai ruang perjumpaan lintas gagasan, lintas generasi, dan lintas budaya.

Berbagi Artikel