Detak Jantung Film “Tarian Lengger Maut”

Sabtu, 29 Mei 2021 : 19:32

 Penulis : Wahyu Ganesa Putra


Karakter dr. Jati dalam film “Tarian Lengger Maut” (sumber: youtube.com/visinema pictures)


Seperti apa jadinya jika seorang dokter di sebuah desa memiliki kelainan kejiwaan? Sosok dokter semacam itu dapat ditemukan pada film berjudul “Tarian Lengger Maut” (2021) buah karya Yongki Ongestu. Film hasil kolaborasi antara Visinema Pictures dengan Aenigma Pictures ini baru saja dirilis di bioskop seluruh Indonesia pada tanggal 13 Mei 2021 kemarin. Film yang berdurasi sekitar 70 menit itu merupakan film bergenre thriller dengan balutan budaya Indonesia. Dua karakter utama dalam film ini adalah dr. Jati (Refal Hady) dan seorang gadis desa belia bernama Sukma (Della Dartyan).

Film ini secara garis besar mengisahkan tentang dr.  Jati, seorang dokter sekaligus seorang pembunuh berdarah dingin, yang bertugas di desa Pagar Alas. “Kecanduan” dr. Jati dengan organ jantung manusia membuatnya dipertemukan dengan Sukma, seorang penari Lengger desa tersebut. Alur cerita berfokus pada dinamika kedua karakter ini yang berbalut dengan suasana khas pedesaan, tarian Lengger, dan beberapa kali sayatan pada dada manusia.

Jantung para penonton dibuat berdegup cukup kencang ketika film mulai memainkan scene pertamanya. Bagaimana tidak, para audien disuguhkan satu proses yang cukup utuh dari pencabutan jantung seorang lelaki tua oleh seorang dokter, yang memiliki semacam kelainan kejiwaan. Suasana mencekam sekaligus ngilu mewarnai scene awal ini. Posisi audio dalam scene pertama dari film ini memegang peran penting. Hal itu karena kamera tidak dibuat sepenuhnya menampilkan proses pencabutan jantung yang dilakukan oleh dokter tersebut. Fokus kamera yang hanya memvisualkan ekspresi sang dokter sangat didukung oleh audio serta musik latar yang mengiringinya. Penjelasan sang dokter pada korbannya perihal jantung, sayatan pada kulit, suara gergaji mesin, dan suara detak jantung sang korban begitu menyiksa telinga. Scene ini berhasil memancing rasa penasaran untuk menyasikan film hingga scene terakhir.

Peran Sukma sebagai penari Lengger tidak tampak jelas sejak awal film. Sukma yang tampak abu-abu terlihat dari bagaimana dirinya merasa belum cukup mampu untuk menjadi penari Lengger. Ketidakjelasan perihal bagaimana posisi Sukma dalam film ini akhirnya terpatahkan mendekati akhir film. Yongki Ongestu sebagai sutradara sepertinya ingin memberikan panggung terakhirnya dalam film khusus untuk karakter Sukma, yang mana sekaligus menjadi sebab dari berakhirnya misteri hilangnya para penduduk desa Pagar Alas.

Merah: Darah dan Nafsu

Poster film “Tarian Lengger Maut”(sumber: google)


Mulai dari poster film “Tarian Lengger Maut” sampai film ini selesai bercerita, warna merah selalu muncul dalam berbagai cara dan media. Poster film ini menampilkan visual karakter Sukma dengan pose seperti tengah menari menjadi objek tunggal, disertai unsur latar belakang hutan, teks judul, dan kelengkapan poster lainnya. Penerapan warna merah secara monokromatik dalam poster ini seakan memberi sinyal pertama bahwa akan ditemui beberapa hal yang memiliki unsur warna merah lainnya seperti darah di dalam film. Namun penyampaiannya ternyata tidaklah segamblang itu, melainkan digunakan satu objek tunggal yang memang sangat berkaitan dengan darah yang berwarna merah, yaitu jantung manusia, di mana peran jantung sendiri dalam tubuh manusia adalah sebagai pemompa darah ke seluruh tubuh. Namun apabila kembali diperhatikan, dalam poster film ini sudah tertera satu kalimat singkat yang berbunyi “Jangan biarkan dia jatuh hati dengan detak jantungmu”. Kalimat ini seakan menjadi petunjuk yang justru mematahkan makna simbolik dari warna merah yang dominan dalam poster ini, yang barangkali akan lebih misterius apabila kalimat tersebut tidak dituliskan pada poster.

Cuplikan salah satu scene film “Tarian Lengger Maut” (sumber: youtube.com/visinema pictures)

Selain itu dari segi desain produksi, terdapat satu scene di mana saat Sukma akan menari tarian Lengger di sebuah tanah lapang. Ketika Sukma akan muncul ke panggung, warna merah dari lighting di belakang Suksma memenuhi layar kamera, sehingga hanya menyisakan siluet dari Sukma dan beberapa hiasan panggung. Selain itu warna merah juga diaplikasikan pada selendang dan kain yang digunakan Sukma untuk menari. Selendang itu juga yang menjadi “pengikat” antara Sukma dengan dr. Jati. Scene ini adalah scene yang cukup indah hasil terjemahan sinematografer Benny Kadarhariarto dan Yongki Ongestu terhadap naskah film ini.

Dalam psikologi warna, warna merah mengindikasikan emosi marah, bahaya, nafsu, dan juga cinta (Darmaprawira, 2002). Bahaya sudah diwakili oleh jantung setiap warga desa Pagar Alas yang tengah dalam bahaya teror seorang pembunuh berdarah dingin. Adapun marah sudah diwakili oleh kemarahan dr. Jati dengan Suksma yang divisualisasikan dalam scene terakhir. Sedangkan untuk nafsu dan cinta, sudah diwakili oleh ketertarikan dr. Jati dengan karakter Suksma. Barangkali nafsu dan cinta inilah yang menjadi detak jantung dari film “Tarian Lengger Maut” itu sendiri.

Pembunuh Berdarah Dingin yang Jatuh Cinta

Sayangnya dalam film ini tidak terlalu dijelaskan secara eksplisit mengenai latar belakang dr. Jati. Penonton hanya diberikan gambaran singkat tentang masa lalunya yang nampak cukup suram. Dugaan atas kekerasan ayahnya di masa lalu itulah yang mungkin membentuk kepribadian dr. Jati yang terlihat jelas begitu dingin dan begitu gemar “mengoleksi” jantung manusia.

Cuplikan salah satu scene film “Tarian Lengger Maut" (sumber: youtube.com/visinema pictures)


Ending
kisah dari dr. Jati dengan Suksma sudah menjelaskan bagaimana akhir yang ideal bagi film ini. Bagaimana dr. Jati yang begitu tertarik dengan Suksma, sehingga ia tidak dapat mengendalikan detak jantungnya sendiri adalah sebuah indikasi bahwa dr. Jati tidak dapat memahami perasaannya sendiri. Bisa saja perasaan itu adalah nafsu, atau mungkin juga cinta. Apabila dikaitkan dengan tulisan yang terdapat pada poster film, seperti yang sudah dibahas diatas, bisa saja dr. Jati malah “jatuh hati” dengan suara detak jantungnya sendiri, yang setiap melihat Sukma selalu berdetak begitu kencang. Namun kembali lagi, semua itu tergantung pada interpretasi para penonton film ini masing-masing.

 

Berbagi Artikel