Kelana Puisi Iman Budhi Santosa, Mencari dan Menemu Diri

Jumat, 02 April 2021 : 19:13

Sosok Iman Budhi Santosa, sastrawan kelahiran Magetan, Jawa Timur, bukanlah seorang guru yang hanya senang memberi ceramah atau teori. Sebaliknya, ia justru lebih sering berdiskusi dan memberikan contoh melalui laku pengalaman sehari-hari. Demikian diungkapkan Hasta Indriyana dalam Bincang-bincang Sastra yang berlangsung di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Jalan Sriwedani, Minggu (28/03/2021). 

Iman Budhi Santosa/Sumber Foto: kajanglako.com
Bincang sastra tersebut sekaligus peluncuran buku Nunggak Semi: Dunia Iman Budhi Santosa. Buku ini merangkum tulisan-tulisan pengalaman para murid, rekan, sahabat perihal sosok maupun proses cipta dan karya Iman Budhi Santosa. 

Hasta Indriyana, sastrawan mumpuni yang juga murid Iman Budhi Santosa mengungkapkan, irinya mengambil banyak pelajaran dari sosok sang guru. Bukan saja perihal proses cipta sebagai penulis, namun juga kepekaan dan sikap kritis terhadap masalah sosial dan persoalan hidup sehari-hari. 

Selain Hasta, tampil pula sebagai narasumber Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, seniman dan guru besar di Fakultas Bahasa dan Seni dan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, serta anak Iman Budhi Santosa yakni Pawang Surya Kencana. Sebagai moderator Sukandar. 

Bincang-bincang Sastra "Nunggak Semi: Dunia Imam Budhi Santosa"/Sumber Foto:harianjogja.com 

Bincang-bincang Sastra edisi ke-176 tersebut memang khusus digelar pada 28 Maret yang merupakan tanggal kelahiran Iman Budhi Santosa. Penulis yang kerap dipanggil Romo Iman ini berpulang pada 10 Desember 2020 dalam usia 72 tahun. 

Secara garis besar, Nunggak Semi merupakan kebijakan untuk terus mengembangkan kebudayaan tanpa menghilangkan akar dari kebudayaan itu sendiri. Buku setebal 510 halaman tersebut disusun oleh Latief S Nugraha, S Rimba, Umi Kulsum, Sukandar dan Hasta Indriyana dengan penasihat Nana Irnawati dan Mustofa W Hasyim.

Menurut Prof. Suminto, pohon kebudayaan yang sudah ditambur, kemudian tumbuh dan menjadi rimbun, jangan hanya diuri-uri. “Pohon kebudayaan yang ditabur oleh mendiang Mas Iman Budhi Santosa jangan hanya diuri-uri, tetapi harus diurip-urip, dipelihara agar tumbuh subur dan terus berkembang,” ungkap penulis berbagai buku kumpulan puisi, cerita pendek, esai sastra yang juga sahabat Iman Budhi Santosa. 

Pada dekade 1970an Prof. Suminto bergabung dan aktif bergiat di Persada Studi Klub Yogyakarta, sebuah komunitas penulisan di Yogyakarta yang aktif periode 1969 hingga 1977. 

Persada Studi Klub Yogyakarta diinisiasi oleh Umbu Landu Paranggi yang kala itu merupakan redaktur sastra mingguan Pelopor Yogya, bersama Imam Budhi Santosa dan sejumlah nama lain; Teguh Ranusastra Asmara, Ragil Suwarna Pragolapati, Soeparno S. Adhy, Mugiyono Gito Warsono, M. Ipan Sugiyanto Sugito. Aktif juga dalam komunitas itu Linus Suryadi AG, Emha Ainun Nadjib, dan Korrie Layun Rampan. 

Pada tahun 2018, buku puisi Iman "Belajar Membaca Peta Buta" masuk dalam Lima Buku Puisi Pilihan Anugerah Hari Puisi Indonesia (HPI) bersama Damiri Mahmud (Halakah Panggang), Fakhrunnas MA Jabbar (Air Mata Batu), Sosiawan Leak (Sajak Hoax) dan Warih Wisatsana (Kota Kita). 

Penyerahan Anugerah HPI 2018/Sumber foto: Haripuisi.info
Lebih jauh, Hasta Indriyana yang juga salah satu editor buku ini mengatakan, Iman Budhi Santosa itu ibaratnya seperti tumbuhan yang bisa bersemi. “Seperti tunggak pohon yang sudah tua, lapuk, menuju mati. Di balik itu ada tunas yang tersembunyi. Inilah yang dilakukan Iman Budhi Santosa, ada regenerasi berkaitan sastra dan budaya secara umum,” katanya. 

Sementara itu, Pawang Surya Kencana mengungkapkan meski tidak begitu mengenal kehidupan sang ayah sebagai seorang sastrawan, namun sosok Iman Budhi Santosa di matanya kerap berinteraksi dengan masyarakat kecil, bersahaja, dan relatif pendiam. Dalam kesehajaannya Imam merupakan pria yang nyaris bisa apa saja, seperti bertukang, olahraga, dan lainnya.

Acara bincang sastra dan peluncuran buku Nunggak Semi: Dunia Iman Budhi Santosa dimaknai pula penampilan musikalisasi Kopibasi dan pembacaan puisi Nora Septi Arini, serta penyerahan buku secara simbolis kepada penulis. (RLS/Editor:IDY)


Berbagi Artikel