Pembacaan Puisi Kolosal Teater Sastra Welang Libatkan 31 Seniman Lintas Generasi

Kamis, 28 Januari 2021 : 15:18
Moch Satrio Welang dalam sebuah sesi pemotretan
Moch Satrio Welang dalam sebuah sesi pemotretan


Membuka tahun 2021, yang penuh harap ini, Teater Sastra Welang kembali meluncurkan video pembacaan puisi. Tidak tanggung-tanggung, kali ini melibatkan 31 seniman lintas generasi dari beragam disiplin ilmu. Mereka terdiri dari barisan penyair, aktor teater, penyanyi, musisi, aktor film dan juga praktisi seni lainnya.

Adapun 31 seniman lintas generasi tersebut antara lain sastrawan senior Ketut Syahruwardi Abbas, sastrawan senior Warih Wisatsana, aktris teater senior Putu Suwartini, sutradara Dadi Reza Pujiadi (Jakarta), aktor dan sutradara Hendra Utay, serta barisan seniman muda seperti penyair Pranita Dewi, penyair Mira MM Astra , penyair Kadek Surya Kencana, penyair Achmad Obe Marzuki, aktris film dan penyanyi Heny Shanti, penyanyi dan aktris teater Eba Ayu Febra, aktris teater Sukma Uma,  penyanyi Risma Putri, kritikus seni muda Dwi S Wibowo.

Tangkapan layar video Pembacaan Puisi Kolosal dari youtube
Juga musisi dan sutradara teater Heri Windi Anggara, musisi Wendra Wijaya, sutradara dan penulis naskah drama Wayan Sumahardika, aktris teater Desi Nurani, produser film dan teater  Ryan Indra Darmawan, novelis Jingga Kelana (Banyuwangi), penyanyi dan aktor Inda Mpol, musisi Bayu Reinhard,  penyanyi Goldyna Rarasari, praktisi program seni  Dwi Putri Rejeki, penyanyi Tukko Manuel,sutradara dan penata artistik Legu Adi Wiguna, penyair Imam Barker, penyair Bonk Ava, aktor De Ogie, dosen akademisi sastra Linda Ayu Darmurtika (Mataram) hingga sang penulisnya sendiri, Moch Satrio Welang yang menutup parade pembacaan kolosal ini. 

Puisi ‘Dengan Apa Kutulis Sajak Ini ?’ karya Moch Satrio Welang ini merupakan sebuah perenungan yang tidak hanya berangkat dari ruang pribadi, namun juga berkembang dalam beragam tema kehidupan berikut problematika di dalamnya. Ada nada kekhawatiran, keresahan, ada pula nuansa kerinduan, juga otokritik diri, dalam pesan ‘lalu sampai kapan sembunyi di larik syair? Berlindung di kemegahan kata, tak pernah sampai di kedalaman puisi’.  

Moch Satrio Welang mengajak kita untuk masuk ke dalam diri, lebih dalam lagi. Karena dalam gelap, seringkali kita akan melihat lebih terang. Lelaki yang lahir di Surabaya, 14 April 1982 ini merintis kegiatan seni teaternya berawal dari teater Orok Universitas Udayana hingga kemudian mendirikan Teater Sastra Welang pada 2010 silam.

Tangkapan layar video pembacaan puisi kolosal di youtube

Salah satu penyair yang turut dalam parade pembacaan puisi kolosal ini yakni Kadek Surya Kencana pun menyampaikan bahwa puisi memiliki tugas untuk menjernihkan perasaan, menjadi media berekspresi, pemurnian jiwa, melatih empati, dalam proses pencarian makna akan nilai-nilai kehidupan. Puisi bermain dalam ranah rasa yang menjadikan para penulisnya atau pun penikmatnya seyogyanya dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Kadek Surya Kencana sendiri selain menekuni jalur kepenyairan, ia juga merupakan aktor teater mumpuni yang juga sempat menjadi pengajar bahasa dan sastra di SMA Lab Undiksha selama hampir lima tahun.

Penyair senior Bali, Warih Wisatsana pun menambahkan bahwa ini adalah sebuah upaya positif yang layak diberi apresiasi. Pandemi harus disikapi secara kreatif. Kehadiran puisi dan pembacaan puisi melalui ragam seni virtual seperti ini menjadi bagian dari kenyataan kita bahwa di samping kehidupan-kehidupan  kreatif  dan bentuk-bentuk kesenian yang selama ini  hadir secara luring kini juga harus diupayakan atau disiapkan sebagai satu sajian berbentuk daring. Upaya yang dilakukan Satrio Welang ini layak diapresiasi lebih jauh. Penyair Warih Wisatsana ini pun baru saja menerbitkan buku puisi tunggalnya yang bertajuk Batu Ibu.  


Tangkapan layar video Pembacaan Puisi Kolosal dari youtube

Dalam suasana pandemi seperti ini, Teater Sastra Welang tetap memilih untuk berproses kreatif walau dilakukan dengan jarak jauh. Hal ini tidak menghentikan para seniman untuk terus berkreasi, dengan kemajuan teknologi digital, proses pengambilan gambar dan pengeditan dapat dilakukan dengan lebih leluasa. Proses ini diharapkan mendekatkan karya sastra dalam hal ini puisi ke masyarakat luas. Agar masyakarat tidak melihat sastra sebagai benda asing atau tamu misterius melainkan menjadi satu kesatuan yang organis dalam nafas kehidupan yang lebih raya. Adapun video pembacaan puisi ini dapat disaksikan melalui kanal youtube Moch Satrio Welang. (RLS)



Berbagi Artikel