Kolaborasi dan alih kreasi karya-karya puisi menjadi bentuk pertunjukan atau cipta seni lain, sesungguhnya membuka kemungkinan apresiasi lebih luas dari publik yang lintas batas. Sebagaimana pementasan teaterikal “Segalanya Cinta”, yang berangkat dari puisi-puisi terpilih karya Garin Nugroho dalam buku “Adam, Hawa, dan Durian”, pemirsa dapat meresapi sastra tidak hanya melalui pembacaan teks, namun juga lewat musik dan seni pertunjukan.
Tommy F. Awuy, Garin Nugroho, dan Mia Ismi |
Pertunjukan
teaterikal “Segalanya Cinta” disiarkan secara langsung atau daring melalui
instagram Ratu Restaurant, Sabtu, 27 Maret 2021. Ini merupakan salah satu alternatif
yang banyak dilakukan para pelaku kreatif kini untuk tetap berkreativitas meski
di tengah situasi pandemi.
Budayawan Jean Couteau |
Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, S.Sn., M.Sn. |
Hal menarik diungkapkan Prof. Kun Adnyana, bahwa ‘Adam, Hawa, dan Durian’ sejatinya adalah pengalaman harian bagaimana tubuh menjadi pengetahuan dan bagaimana bahasa mewakili keseluruhan pengalaman. Bila istilah Adam, Hawa, dan Apel, sudah menjadi terminologi umum dalam teks-teks sastra, teater, maupun ekspresi seni lain, menurutnya apa yang dilakukan Garin dengan Adam, Hawa, dan Durian, merupakan sebuah tawaran yang berbeda dan mengandung makna penting.
Buku “Adam, Hawa,
dan Durian” diterbitkan KPG (2021). Puisi-puisi dalam buku ini mencerminkan perjalanan
seni Garin sedini tahun 1990-an hingga sekarang. Bukan hanya merefleksikan
cinta sesama insaniah, namun juga keharuan mendalam terhadap alam dengan beragam
tumbuhan dan hewan—sebuah cerminan dari spiritualitas perjalanan dirinya yang
lintas pulau dan bangsa.
Kata ‘durian’
dipilih dalam metafora cinta karena mencerminkan paradoks: susah dibuka, namun
enak rasanya, sekaligus bisa menimbulkan penyakit.
Garin Nugroho merupakan
salah satu tokoh paling berpengaruh dalam dunia perfilman tanah air.
Karya-karya Garin Nugroho telah diakui dunia, mendapat lebih dari 70
penghargaan tinggi di bidang perfilman diantaranya dari pemerintah Perancis
(Odre des Arts et des Lettres), pemerintah Italia (Stella d’Atelerie
Cavalerie), presiden Indonesia, honorary award dari Singapura International
Film Festival, lifetime achievement award dari Bangkok ASEAN Film Festival,
walikota Roma, dan Yogyakarta.
Moch Satrio Welang dan Garin Nugroho |
Pertunjukan teaterikal yang digagas oleh budayawan Tommy F. Awuy ini Melibatkan sejumlah seniman dan sastrawan Bali lintas bidang. Antara lain penyanyi dan artis film Ayu Laksmi, penyair Warih Wisatsana dan Pranita Dewi, serta penari juga koreografer Jasmine Okubo. Secara spontan, Garin juga tampil mendongeng diiringi nyanyian Tommy F. Awuy dan pemain biola handal Mia Izmi.
Pembacaan Puisi oleh Happy Salma |
Tommy F. Awuy
mengungkapkan, acara ini sesungguhnya sebuah tantangan darinya kepada Garin Nugroho.
Bahkan mulanya Tommy meminta Garin menyelenggarakan acara peluncuran bukunya di
kawasan hutan di Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung.
Penyair Warih Wisatsana dan Pranita Dewi |
Para aktor dan
penampil juga menunjukkan dedikasi yang tinggi selama proses persiapan, latihan
dan pementasan. Ayu Laksmi, aktris pemeran Ibu dalam Film Pengabdi Setan
menampilkan penghayatan dan
totalitasnya dalam mengeksplorasi naskah “Segalanya Cinta”. Selain
membacakan puisi, Ayu Laksmi
membawakan tembang yang menyayat, diiringi petikan alat musik tradisional ‘Penting”.
Ayu Laksmi dan Jasmine Okubo |
Seluruh luapan
kreatif dan olah rasa mendalam tersebut menyatu dalam teaterikal yang padu,
dibuka dengan adegan Garin Nugroho yang duduk sendiri,
bergulat kreatif dan seakan tengah melakukan percakapan batin, hingga
lahirlah puisi-puisi.
Acara ini
menampilkan pula musikalisasi puisi oleh Kelompok Seketika yang dimotori Heri
Windi Anggara dan kawan-kawan. Mereka tampil mengesankan membawakan dua
buah puisi karya Garin Nugroho berjudul 'Kue Lupis' dan Puisi 'Adam, Hawa dan
Durian’.
Tantri Kusuma, Ketua Panitia Penyelenggara dari Ratu
Restaurant Legian ini pun menyampaikan kegembiraan atas kesediaan Garin Nugroho
datang ke Kuta, tampil dalam sebuah pertunjukan teatrikal puisi. Tantri
berharap program kesenian ini menjadi lokomotif yang bergerak dalam upaya turut
membangkitkan gelora berkesenian di Bali, khususnya di Kuta. (Teks: IDY/Foto: Vanesa)