Wacana Raga dan Maskulinitas Ida Bagus Purwa

Minggu, 12 Januari 2020 : 17:17
SEJUMLAH tubuh dalam berbagai posisi seolah melayang dalam kanvas. Sosok-sosok itu seakan terengah-engah ingin menggapai sesuatu. Tubuh-tubuh liat, kenyal, dan bertotot memeragakan berbagai sikap dan gerak tubuh yang lepas.

Sensasi, keperkasaan, dan misteri perlahan meruap dari sebuah lukisan yang terpasang di studio Ida Bagus Putu Purwa, seorang seniman asal Sanur, Denpasar. Objek tubuh dalam karya Purwa dalam satu dekade ini merupakan pencarian tanpa henti untuk mengejawantahkan pengalaman batin atas estetika tubuh yang ia maknai secara privat sekaligus dapat diterima luas oleh publik.

Verbalitas estetika yang kebanyakan diekspresikan dengan kemolekan tubuh perempuan, tak berlaku bagi Purwa. Alih-alih mencari model seperti karya mooi Indie yang mengekspose eksotisme badan wanita, Purwa justru menawarkan raga lelaki dan tak jarang keseksian tubuh tambunnya sendiri.

Ia merepresentasi tubuh sebagai simbol, bahasa, tanda-tanda, dan percakapan yang dapat berinteraksi dengan dunia di sekelilingnya.

Purwa merasa perlu merayakan keberadaan tubuh melalui pencitraan tanpa batas. Tubuh-tubuh itu bagai menarasikan pengalaman batin yang merasakan kenikmatan maupun penderitaan tubuh, menggambarkan mimpi, atau mengungkit kenangan masa lalu.

Purwa yang alumnus STSI (kini ISI) Denpasar ini intens mengangkat maskulinitas sebagai gagasan yang tak pernah habis.

Secara pribadi dia terus menggali berbagai kemungkinan mengeksplorasi tubuh, dan bersama sembilan perupa lainnya di bawah payung Ten Fine Art mengembangkan diskursus lain yang menjangkau berbagai aktivitas kebudayaan.

Purwa yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Sanur yang kental kegiatan seni budaya dan menjadi tempat bertemu seniman dari berbagai bangsa ikut menempa jiwa Purwa yang tak lelah belajar untuk mempertajam kualifikasi perupaan.

Sejumlah karya seniman kelahiran 31 Oktober 1976 itu saat ini dipamerkan tunggal di  La Lanta Fine Art Bangkok hingga awal September 2012 mendatang. Purwa mengatakan diri manusia –sang empunya tubuh– selalu dilingkupi dua sisi yang saling bertentangan.

“Saya ingin selalu dalam kesadaran menikmati dua kutub itu agar kepekaan kian terasah dan dapat digunakan untuk berpikir, berkata, dan berbuat secara harmoni,” kata Purwa di Studio Batako, menjelang pameran ke Thailand belum lama ini.

Bagi Purwa wacana tubuh dalam karya dapat menemukan hal-hal yang bersifat konkret dari apa yang dirasakan secara inderawi. Tak jarang dia mengalami hal ak terduga ketika menggarap gagasan tentang sepotong tubuh ini.

Karyanya yang lahir dari kegelisahan dan keinginan selalu bebas menafsirkan tubuh itu di anaranya pernah dipamerkan di Singapura, Jepang, Australia, Belanda, Swis, Korea Selatan, dan Thailand.

Dalam karirnya berkesenian, Purwa juga menggeluti seni instalasi seperti yang dilakukan di Ubud beberapa waktu lalu yang mendekatkan citraan tubuh dan rambu-rambu kehidupan baik yang tersurat maupun yang tersirat.

Karya-karyanya yang lugas dengan berbagai perspektif tubuh yang jeli mempertimbangkan segi anatomis dan psikologis menjadikan daya kreatif yang merdeka, atau bahkan terkesan liar.

Karya Purwa yang merupakan pemutakhiran fantasi kreatif ihwal tubuh juga menjadi kontemplasi bagi dirinya menyelami rahasia alam yang banyak diungkap manusia.

Dia memang tetap menjadi seniman seraya mencatat pengalaman demi pengalaman hidup ke dalam kanvas dengan citraan tubuh yang ia harapkan dapat membincangkan apa saja; kemanusiaan, kebudayaan, hingga spiritualitas. (Ema S.)
Berbagi Artikel